Cappuccino

Cappuccino adalah minuman khas Italia yang dibuat dari espresso dan susu. Cappuccino mempunyai rasa dan aroma yang khas, selain itu para barista dapat menciptakan seni latte pada microfoam, menciptakan desain-desain tertentu seperti apel, hati, daun, dan rangkaian.

Tari Legong dari Bali

Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh.

Rawa Danau dengan segala keindahannya

Rawa Danau adalah Kawasan hutan seluas 2.500 ha yang ditetapkan sebagai Cagar Alam. Rawa Danau merupakan rawa yang terluas di Pulau Jawa dengan segala keindahan alam yang masih terjaga.

SXC2 (Serang XC Community)

Serang XC Community adalah komunitas sepeda gunung yang berada di Serang-Banten. Komunitas ini berdiri dengan tujuan silaturahmi sesama goweser dan mendukung juga gerakan go green.

Gabson Family

Gabson Family adalah sekumpulan manusia yang mempunyai banyak kekurangan dan berusaha menutupi kekurangan itu satu sama lain. Dari kekurangan itulah kami menjadi sebuah keluarga.

Minggu, 05 Mei 2013

We're in the edge of Ujung Kulon National Park

Pulau Peucang yang keberadaannya di ujung barat Pulau Jawa akhirnya berhasil kami singgahi, keadaan alam yang masih liar dan hampir tidak terjamah oleh orang lain membuat daya tarik tersendiri. Secara administratif Pulau Peucang masuk kedalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, dan merupakan salah satu Pulau yang memiliki keindahan alam yang sangat alami dan menakjubkan. Tidak salah banyak wiksatawan lokal maupun mancanegara penasaran dan berkunjung ke pulau yang satu ini, untuk menikmati hingga menyatu dengan keindahan alamnya.

Karena Pulau Peucang ini termasuk kedalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, jadi banyak sekali peraturan yang harus ditaati sebelum memasuki Pulau Peucang, seperti perizinan masuk kawasan. Untuk mencapai Pulau Peucang ini ada banyak cara, yang pertama dengan cost murah berawal dari Terminal Pakupatan Serang, naik mobil Elf jurusan Tamanjaya yang biasa ada pukul 12.00, kalau sudah ketinggalan mobil bisa naik mobil bus Asli atau Murni jurusan Labuan, kemudian naik mobil Elf jurusan Tamanjaya, atau bisa juga naik mobil Damri pada pukul 04.00 WIB subuh sampai Pertigaan Sumur, kemudian dilanjutkan naik mobil elf (kalau ada) atau Ojek ke Tamanjaya (karena disana tidak ada angkutan umum). Sesampainya di Tamanjaya, kalian bisa menyewa kapal nelayan, dengan harga minimal 1,5 juta perhari untuk menuju Pulau Peucang. Cara kedua dengan biaya sangat mahal, perjalanan dari Terminal Pakupatan Serang menuju arah Labuan dengan mobil Bus Asli atau Murni, kemudian dari Labuan langsung naik speed boat menuju Pulau Peucang, tentunya perizinan masuk kawasan di urus dahulu di Kantor BTNUK yang berada di Labuan. Cost sewa speed boat minimal 4 juta. Tinggal kalian pilih sesuai dengan budget, jika kalian dari Jakarta, biasanya Bus jurusan langsung ke Labuan.





Jum’at 19 April 2013, sekitar pukul 4.00 WIB kami berkumpul di depan Sari Asih, setelah melewati problem yang hampir membuat rencana gagal. Transport pun baru malem itu kami carter mobil dari terminal pakupatan, yang lucunya mobil yang kami carter itu jurusan Malingping-Cikeusik-Serang, bukan jurusan Tamanjaya-Serang.  Harga yang ditawarkan si supir pun terbilang cukup murah, yaitu 600 ribu sekali jalan. Sekitar pukul 4.30 WIB kami berangkat ke Taman Jaya. Sopir pun  langsung memacu mobilnya, yang berhasil membuat rombongan merasa mual-mual, haha. Jalan dari pandeglang sampai sumur masih terbilang bagus, karena masih beraspal dengan sedikit lubang. Tapi jalan dari Sumur sampai Tamanjaya itu yang WOW, rusak parah ga ada bentuk. Jarak sih cuman 20 Km, tapi ditempuh dengan waktu 1,5 jam, kalo mulus 30 menit juga sampe deh.




Pukul 9.30 WIB kami sampai di Tamanjaya, lalu langsung menuju tempat Pak Komar. Setelah berbincang-bincang dengan Pak Komar, ternyata sedang ada kelangkaan Solar dan berimbas pada penundaan keberangkatan. Kami pun  terpaksa harus menunggu hingga siang, sore bahkan hingga keesokan harinya. Sungguh diluar perkiraan, makanan-makanan yang kami sudah beli pun terpaksa kami bongkar. Tampak dimuka teman-teman kejenuhan terlihat, dan kami pun terpaksa menerima imbas dari kelangkaan solar ini. Bagi teman-teman lain jika ingin ke Pulau Peucang dan sudah booking kapal, jangan lupa untuk menanyakan Solarnya ada atau tidak, kalo tidak ada bisa kalian beli dulu sebelum sampe Sumur. Bahkan kata Pak Komar, anak buahnya nyari solar sampe Labuan. 




Sabtu 20 April 2013, sekitar pukul 9.30 WIB, kapal yang kami tunggu akhirnya sudah ada solarnya. Untuk berangkat ke Pulau Peucang diharuskan membayar surat izin masuk kedalam kawasan per orangnya dikenakan Rp.5.500, dan perahu juga dikenakan biaya sebesar 100 ribu. Urasan perizinan beres kami pun langsung menuju dermaga dengan gembira, walaupun satu hari terbuang sia-sia yang penting kami akhirnya bisa ke Pulau Peucang juga. Untungnya Pak Komar berbaik hati memberikan kami tempat istirahat secara cuma-cuma akbiat dari imbasnya menunggu solar, yaitu di Sunda Jaya (tempat penginapan punya Pak Komar), jadi kami pun merasa segar bugar dan tetap ceria selama perjalanan menuju Pulau Peucang. Ditengah-tengah laut kami bertemu kapal nelayan dan coba menghampirinya untuk membeli ikan. 100 ribu dapat lumayan banyak ikan, haha.



Setelah mengarungi lautan kurang lebih selama 3 jam, akhirnya nampak dari kejauhan terlihat dermaga yang dibalut dengan air laut yang berwarna biru dan kehijauan dengan pasir putih di atasnya. Ketika kapal bersandar, tugu yang bertuliskan Pulau Peucang pun terlihat, Alhamdulillah sekitar pukul 13.30 WIB kami sampai di Pulau Peucang. Ketika menginjakan kaki di atas dermaga, tampak terlihat beribu-ribu ikan yang sedang menari-nari di air laut yang begitu jernih dan tenang. Padang rumput hijau yang begitu luas menjadi halaman dari beberapa bangunan (penginapan) yang ada di Pulau Peucang ini. Rusa, babi hutan dan monyet pun turut serta meramaikan padang rumput yang begitu luas itu, seolah-olah mereka menyambut kedatangan kami. Tapi tenang saja, mereka semua sudah pada jinak kok, dan perlu diingat kalau bawa makanan jangan asal taruh, karena akan langsung menjadi sambaran monyet bahkan babi hutan.



Saya pun langsung menuju pusat informasi untuk menanyakan kamar, mengingat takut tidak kebagian kamar fauna yang harganya cukup murah, yaitu sekitar Rp. 250.000 per kamar. Ternyata benar saja kami kehabisan kamar Fauna, yang dimana fauna ini pengelolanya dari pemerintah, lalu kami mengambil kamar di Flora, yang pengelolanya itu dari pihak swasta, tentunya harga nya agak sedikit mahal yaitu Rp. 650.000. Mau nginep di barack sekitar Rp. 150.000 per kamar, tapi keadaanya kurang enak, seperti kamar mandi di luar, dan kasurnya pun hanya ngampar begitu saja di lantai kayu. Memang di barack ini 1 kamar, bisa muat untuk 10 orang. Kalau laki-laki semua sih ga jadi masalah tidur di barack juga, tapi karena kami ada perempuannya juga, jadi kasihan juga kalau harus tidur di barack. Akhirnya kami putuskan untuk tinggal di Kamar Flora dengan harga yang turun sedikit dari harga semula.



Setelah barang-barang di taruh di kamar yang begitu kecil, hanya terdapat 2 single bed dengan kamar mandi di dalam, kami pun langsung mencari spot untuk snorkeling, karena mengingat untuk ke Tanjung Layar tidak memungkinkan waktunya. Spot pertama, kami di beritahu di sebelah kiri dermaga bila jalan kaki dulu sekitar 10 menit bagus spot snorkelingnya. Akan tetapi kami tidak menemukannya dan jalan lagi ke arah kanan dermaga yang katanya juga ada spot snorkeling juga. Nah di spot kedua ini cukup dekat dari dermaga, tidak terlalu bagus untuk spot disini, dan terumbu karang disini jarang-jarang jarak nya. Jadi ikan-ikan pun tidak begitu banyak.



Setelah snorkeling, kami kembali ke cottage, untuk makan siang yang sudah dimasak oleh awak kapal. Karena saya penasaran dengan spot snorkeling pertama, saya, Reza dan Al balik lagi kesana, kata petugasnya ada tanda nya kok dan posisi nya itu tepat setelah muara kecil. Benar saja ketika sampai, ikan ikan dibibir pantai pun terlihat banyak. Ternyata posisi nya itu tidak jauh dari posisi kami awal berenang, memang posisi spot snorkeling ini tertutup dengan pohon yang tumbuh menutupi bibir pantai, tapi inilah spot snorkeling yang paling bagus di Pulau Peucang. Dekat bibir pantai pun kami bisa melihat kumpulan ikan-ikan karang, dan ketika kami mencoba menjauh dari bibir pantai barulah terlihat surga bawah laut Pulau Peucang. Berbagai macam spesies ikan yang berwarna-warni dengan terumbu karang sebagai rumahnya menarik perhatian kami. Terumbu karang disini cukup dekat dengan permukaan air, jadi hati-hati bagi kawan-kawan yang snorkeling disini. Jangan sampai menginjak terumbu karang dan merusaknya yah, karena terumbu karang itu dalam jangka 1 tahun hanya dapat tumbuh sekitar 1-5 cm.



Sekitar pukul 16.00 makan sore, dilanjutkan menuju Cidaon sekitar pukul 17.00, meleset dari target keberangkatan awal. Jadi lah sampai di Cidaon agak mulai gelap, tetapi kami di sambut oleh segerombolan burung merak di padang Banteng Cidaon, jadi selain kami melihat banteng, kami juga melihat segerombolan burung merak. Burung merak memeng sangat pemalu, apabila kita berisik dan mulai mendekat, mereka satu persatu mulai kabur, dan sisa tinggal banteng betina saja. Banteng jantan yang berwarna hitam sedang tidak merumput, mungkin kalau datang sekitar pukul 16.00 WIB akan terlihat. Tiket masuk ke kawasan Cidaon ini Rp. 10.000 per orang nya. Langit pun perlahan mulai menggelap, kami pun harus kembali ke cottage, untuk beristirahat dan mempersiapkan tenaga untuk aktivitas esok hari. Tapi malam itu berubah menjadi tawa, canda dan bahagia menyelimuti kami semua.



Sabtu, 21 April 2013, tujuan trip hari ini yaitu menuju Tanjung Layar, yaitu dimana terdapat titik 0 KM dari pulau Jawa. Di Tanjung Layar juga terdapat reruntuhan bangunan pada jaman Belanda, yang dimana terdapat pula penjara bawah tanah. Sekitar pukul 09.15 WIB kami berangkat ke Tanjung Layar, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari Pulau Peucang. Tiket masuk ke Tanjung Layar ini  sekitar Rp. 15.000 per orang dan untuk tiket speed boat nya Rp. 200.000 per trip. Kenapa pake speed boat? dikarnakan perahu kami tidak bisa bersandar di Cibom, jadi kami harus menaiki speed boat untuk diantarkan hingga bibir pantai. Tepatnya di Cibom kami harus memulai tracking ke Tanjung Layar dengan jarak tempuh sekitar 1 jam. Pohon-pohon dengan umur puluhan bahkan ratusan tahun pun menemani perjalanan kami, hingga kami bertemu dengan pohon yang akarnya begitu besar sampai-sampai membentuk trowongan dan bisa kami lewati. Jejak tapak banteng pun terlihat  di jalur yang hendak kami lewati, tak lama kemudian mercusuar baru pun terlihat dan kami rehat sejenak. Karena kami tidak membawa persedian air minum, terpaksa kami minum air dari tampungan yang berada di dekat mercusuar, dari pada kami harus menahan haus dan dehidrasi.



Titik 0 Km Tanjung Layar ternyata tidak jauh dari mercusuar baru, hanya berjarak sekitar 10 menit saja kami sampai di Tanjung Layar. Rumput hijau yang begitu tebal menyambut kedatangan kami, begitu juga dengan suara debur ombak pantai selatan yang menghantam karang-karang besar. Pemandangan yang sangat indah, tebing-tebing karang menjadi pelindung dari terjangan ombak pantai selatan sekaligus menjadi latar belakang Tanjung Layar. Tidak lupa untuk mengambil foto sejenak di karang-karang hingga tebing. Sayang nya kami tidak membawa perbekalan, untuk mengisi tenaga setelah tracking tadi sambil menikmati pemandangan. Kami pun terpaksa kembali lagi menuju Cibom karena merasa lapar dan haus. Haha.



Sampe di Cibom, kami diangkut kembali oleh speedboat, kemudian kami menuju spot snorkeling yang bereda di sebalah kiri dermaga. Ternyata ketika kami sampai di kapal, makan siang pun sudah di masak oleh awak kapal, ikan nya pun hasil mancing barusan katanya. Sambil menyantap makan siang kami pun berangkat ke spot snorkeling. Setelah sampai, kami pun langsung terjun bebas ke air, ikan-ikan pun siap menyambut kami, begitu juga dengan terumbu karang yang berwarna-warni menambah keindahan alam bawah laut. Kekecewaan kemarin pun terbalaskan dengan keindahan alam bawah laut disini. Hampir semua teman-teman terjun bebas kedalam air untuk melihat keindahan spot snorkeling pulau peucang ini. Setelah 1 jam ber snorkeling, dengan berat hati kami harus kembali ke cottage untuk persiapan pulang ke Tamanjaya lagi.  Dengan berat hati juga kami meninggalkan Pulau Peucang, meninggalkan pasir putihnya, meninggalkan jernih pantainya, meninggalkan  satwa liarnya dan segala keindahan alamnya. Perjalanan pulang kami pun dihiasi senyum bahagia dan tawa ceria yang pada akhirnya telah mengenal lebih dalam keindahan Pulau Peucang. Kapal kami menepi di  Tamanjaya sekitar pukul 18.00 WIB, dan langsung menuju rumah Pak Komar untuk menyelesaikan pembayaran sewa kapal. Pak Komar dengan baik hati menyediakan Mobil Elf carteran yang siap mengantar kami ke Serang dengan harga 500 ribu. Karena kalau di Tamanjaya ini mobil angkutan umum hanya beroperasi pada jam 06.00 WIB dan jam 13.00 WIB dengan jurusan Serang.



Setelah semuanya siap, kami pun pamit ke Pak Komar, dan siap menuju Serang, tentunya siap menerima dan menghadapi rusaknya jalan, gelapnya jalan, badan yang terguncang hingga kepala pusing. Apapun gejala dan akibatnya kami siap menghadapi dengan tubuh yang sudah lelah dan tidak berdaya ini. Semoga selamat sampai tujuan adalah doa kami. Alhamdulillah kami sampai di Kota Serang pukul 00.15 WIB, dan kami pun berpisah titik awal kami berjumpa, terimakasih kawan atas keikutsertaan dan kebersamaan hari kemarin, semoga kalian semua senang.

Rabu, 17 April 2013

Keindahan Alam Pulau Oar



Pagi itu, hujan rintik masih mengguyur belahan Pulau Jawa bagian paling barat. Pohon-pohon  besar yang menjulang tinggi dan mengelilingi bangunan ini memberikan asupan udara yang kaya dengan oksigen. Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon Seksi 3 merupakan tempat saya beristirahat selama 2 malam kebelakang. Kantor disini masuk dalam kawasan TNUK dan dikelilingi oleh pohon-pohon yang begitu besar.  Di sekeliling nya juga terdapat penangkaran kupu-kupu, penangkaran angrek, penangkaran rusa dan penangkaran tumbuhan obat.  Bahkan pagi itu terlihat segerombolan tupai yang meloncat dari dahan pohon satu ke dahan pohon yang lainnya.

Tanggal  13 April 2013, tepat hari sabtu, saya berencana ke Pulau Oar, yang dimana pada hari sebelumnya saya sudah mengunjungi nelayan di desa Sumberjaya, dan menanyakan untuk keberangkatan ke Pulau Oar. Saya pun telah dipertemukan oleh nelayan yang bernama Pak Saprudin oleh Ibu Jannah yang punya warung di pinggir pantai. Perjanjian pun tarjadi, Hari sabtu pukul 07.00 WIB saya akan di antarkan oleh Pak Saprudin ke Pulau Oar dan kemudian dijemput kembali pada pukul 12.00 WIB. Setelah hujan mereda, saya berangkat tempat kapal nelayan bersandar, tepatnya di gang depan kantor UPT pendidikan kecamatan Sumur yang berada di pasar sumur. Benar saja Pak Saprudin sudah menunggu saya, dan saya langsung memarkirkan motor kemudian menuju perahu sampan milik Pak Saprudin.  Perahu sampan ini memiliki motor berkukuatan 15 pk, jadi tidak begitu cepat, akan tetapi letak pulau Oar yang cukup dekat dengan daratan jadi dapat bisa ditempuh dengan waktu kira-kira 15 menit.  Oiyah beiaya penyebrangan untuk satu orang kisaran 80 – 100 ribu, kalo banyakan sih bisa sampe 200 ribu seharian, dan itu pun tergantung masing-masing nelayan yah.

Baru sebentar berlayar pulau Oar pun langsung terlihat, memang ketika di daratan kita tidak bisa melihat pulau Oar karena terhalang oleh pulau Sumur. Pasir putih yang terlihat dari kejauhan terlihat cukup menggoda, dan benar saja ketika pertama kali datang menginjakan kaki di pasir putihnya, terasa sangat lembut di kaki. Ini merupakan pasir putih yang paling lembut yang saya temui di pantai Banten. Pulau Oar ini tidak berpenghuni, akan tetapi dalam pengelolaan nya dikelola oleh PT. Paramount, yang mengelola Pulau Umang juga. Di Pulau Oar ini ada petugas dari Pulau Umang yang setiap hari nya menjaga, disini juga ada fasilitas seperti snorkeling, diving, banana boat dan jetski yang hanya ada pada hari tertentu saja, seperti weekend dan hari libur nasional. Jangan takut ga bisa mandi, disini disediakan kamar mandi yang airnya tawar, begitu juga ada semacam bale-bale untuk sekedar bersantai dan meneduh ketika hujan.  Karena pengelolaannya di kelola oleh pihak Pulau Umang, jadi untuk pengunjung yang datang ke Pulau Oar ini dikenakan biaya sebesar 50 ribu per orang, tetapi kata Pak Saprudin jangan lupa untuk kasih uang rokok ke petugas disana. Sebenernya Pulau Oar ini cocok untuk para backpacker yang ingin menikmati alam pantai yang begitu indah, wisata bawah laut yang begitu cantik, udara nya pun terasa segar untuk dihirup. Anda pun bisa bermalam di sini, dengan mendirikan tenda-tenda dan jangan lupa untuk ijin terlebih dahulu ke petugas disana, dan juga bawa lotion anti nyamuk yah.

Pertama kali dateng kesini pun saya langsung di sambut oleh pelangi yang menghiasi langit diatas Pualu Oar. Akhirnya “Pelangi Saat Badai Pergi” yang diharapkan muncul juga, karena mengingat hari kemarin itu seharian hujan terus sampai menjelang pagi. Sesampainya di Pulau Oar, saya pun ditinggal oleh Pak Saprudin, alhasil saya hanya sendirian di pulau ini. Pertama-tama saya melihat keadaan sekitar pulau, sekalian cari spot snorkeling. Sekedar menikmati indah nya alam Pulau Oar, sambil menyantap nasi uduk yang di beli di pertigaan sebelum ke pasar Sumur. Setelah makan, saya pun langsung renang dan ber-snorkeling ­ria walaupun sendirian, tapi tak apalah, yang penting masih bisa ditemani ikan-ikan cantik dibawah sini, bahkan ikan Nemo pun cukup banyak disini. Cukup lama waktu yang dihabiskan untuk bermain-main dengan ikan ini.  Terumbu karang disini cukup bagus, dan kita tidak perlu jauh-jauh ketengah laut untuk bisa melihat ikan-ikan dan terumbu karang nya. Cukup berenang kira-kira 5-10 meter saja dari bibir pantai. Memang keadaan waktu itu sedang terjadi pasang air laut, dan sebelumnya juga untuk daerah Sumur ini telah dilanda hujan hampir selama satu minggu, yang menyebabkan air di pulau Oar agak keruh sedikit waktu snorkeling. Tapi saya sendiri jujur, masih bisa melihat ikan-ikan dan terumbu karang dengan begitu jelas, dan air laut yang dilihat dari atas permukaan pun terlihat biru jernih. 

Sekitar pukul 09.30 WIB datang pengunjung lain dari pulau Umang dengan menggunakan fast boat. Katanya kalo berangkat dari Pulau Uamng ke Pulau Oar dikenakan biaya 50 ribu per orang nya. Sebagian dari pengunjung yang datang juga langsung mencoba ber snorkeling. Saya pun kembali ke permukaan untuk mencoba mengambil gambar dari keindahan Pulau Oar dan kemudian ber snorkeling kembali hingga tak terasa tinggal saya lagi yang sendirian, pengunjung lain pun sudah kembali pulang dan ternyata waktu pun sudah menujukan pukul 11.50 WIB, yang berarti saya juga harus bersiap-siap untuk dijemput. Dari kejauhan pun terlihat perahu Pak Saprudin sedang menuju pulau Oar, ketika sampai saya pun pamit ke petugas disana, dan siap kembali ke daratan.

Overall wisata ke Pulau Oar ini sangat menarik, pulau yang menyajikan keindahan alam pantai nya serta bawah laut nya ini patut jadi pertimbangan wisatawan yang sedang mencari alternative liburan. Rute yang di ambil apabila melancong dari Jakarta yaitu, masuk toll Jakarta-Merak, exit Serang Timur, ke arah Pandeglang, Labuan, Cibaliung, dan sampai di Pasar Sumur. Apabila ingin menggunakan angkutan umum, bisa ambil jurusan Serang, kemudian turun di Terminal Pakupatan, dilanjutkan naik mobil elf (ps) yang kearah Sumur, kalo engga ada naik mobil Bis arah Labuan dan turun diterminal Labuan, lalu naik mobil elf arah sumur. Estimasi naik angkutan umum kira-kira hanya menghabiskan tidak lebih dari 50 ribu untuk sekali perjalanan. Biaya perahu tidak lebih dari 200 ribu untuk rombongan. Di Pulau Oar juga petugas menyediakan alat snorkeling dengan biaya 75 ribu. Sabelum ke Gili Trawangan, coba dulu ke Pulau yang satu ini, maka akan terlihat sedikit kesamaan diantara keduanya. Cukup menarik bukan? Kalau kalian kesana, jangan lupa sampaikan salam saya pada ikan Nemo disana yah…

Rabu, 03 April 2013

Menyusuri Gunung Aseupan

Jum’at 29 Maret 2013, jadwal sepedaan kali ini sudah ditentukan dari minggu kemarin, yaitu sepedaan explore Gunung Aseupan, dengan track Ciomas - Mandalawangi - Gn. Aseupan – Padarincang. Perjalanan yang memekan waktu kira-kira 12 jam dengan  waktu gowes kira-kira 6 jam ini cukup membuahkan pengalaman yang sangat menarik. Walaupun trackyang dihadapi penuh dengan tanjakan, tapi pemandangan yang indah serta single track di ending perjalanan membuat kami merasa puas dan senang.

Pagi itu sekitar pukul 07.45 WIB, di tempat tikum KPP telah berkumpul 7 goweser yang siap explore track Gunung Aseupan. Ada Pak Yopie, Pak Dida, Pak Mars, Pak Didit, Pak Roni, Aldi dan Saya. Setelah Pak Yopie memberi arahan track dan membaca doa, kami pun berangkat. Rute track nya sama seperti biasa, melewati Kota Serang, lalu ke arah Tembong kemudia muncul di jalan Palka Pabuaran. Biasa nya kami berhenti di Soto Djogja,akan tetapi karena hari jum’at, kami putuskan untuk rehat di pertigaan pasar Ciomas. Jalan Palka yang konturnya landai menanjak sudah biasa menjadi santapan kami.Truk-truk pengangkut pasir pun masih mewarnai jalan ini, yang berujung pada jalan yang semakin hari semakin rusak.Udara penuh debu dan polusi pun terpaksa kami hirup demi melewati panjang nya tanjakan ini.Sangat disayangkan, Jalan Palka yang dulu nya terkenal mulus dan asri kini telah rusak dan berpolusi tinggi. Yang kami inginkan hanya sederhana, yaitu adanya upaya dari pemerintah untuk menindak para pengusaha pasir illegal, dan membuat kesepakatan untuk memberikan kontribusi yang sepadan kepada masyarakat sekitar, seperti meperbaiki jalan yang rusak .


Sesampainya di pertigaan pasar Ciomas, kami pun rehat sejenak untuk membeli perbekalan yang cukup untuk menanjak kembali ke mandalawangi. Karena kami harus mengejar jum’at an di Mandalawangi, jadi sekitar pukul 10.00 WIB kami berangkat dan langsung di sambut tanjakan sampai ke pertigaan pasar baru Ciomas, lalu dilanjutkan ke jalan Ciomas-Mandalawangi, yang dimana kontur tanjakan siap menyapa kami. Sebagian jalan pun udah di beton, akan tetapi pelapisan beton ini hanya berjarak pendek-pendek. Tanjakan pun perlahan-lahan mulai bermunculan, sampai akhirnya kami sampai di sebuah masjid yang cukup bagus untuk menunaikan sholat Jum’at.Padahal masih pukul 11.30 dan dari masjid itu hanya berjarak 1-2 Km lagi untuk sampai ke pertigaan Mandalawangi seperti yang direncanakan sholat Jum’atnya di Pesantren Dar el-Falah. Tetapi rombongan depan pun sudah menepi di masjid ini, dan kami pun menunaikan sholat Jum’at disini.

Setelah sholat Jum’at, kami melanjutkan perjalanan untuk makan di warung makan langganan, tepatnya di sebelah pesantren. Sayangnya pete bakar yang di idamkan pak Dida sudah habis, akan tetapi ikam mas bakarnya masih ada. Setelah lahap makan dan mengisi persedian air minum, kami siap untuk memulai gowes menyusuri Gunung Aseupan.  Setelah pasar Pari, sekitar 1 kilometer ada belokan di sebelah kanan. Kami pun berbelok dan tak lama kemudian langsung di sajikan pemandangan yang luar biasa indanya, subhanallah.Sungguh sangat indah ciptaan Yang Maha Kuasa, jalan di tengah sawah dan kami dikelilingi oleh latar belakang gunung Aseupan, gunung Karang dan gunung Pulosari.Kami pun menyempatkan untuk berfoto di pemandangan seindah ini, kemudian melanjutkan gowes.Kontur disini sebagian jalan lapis aspal aspel (asal nempel) dan seterusnya makadam.Tanjakan-tanjakan pun sering kami temui disini yang ditemani keramahan warga.Sampai di tempat pemandangan sawah yang meningkat dengan batu-batu besar tertanam secara acak diareal persawahan kami istirahat sejenak.Guyonan-guyonan pun mulai keluar dari mulut para goweser, ini sudah biasa di komunitas kami.Ini  menandakan bahwa goweser tersebut sudah merasa terlalu lelah yang ditambah dengan keberadaan yang tidak jelas. Alhasil kami pun tertawa-tertawa membahas kejadian-kejadian yang baru saja kami alami. Sungguh komunitas sepeda yang aneh dan kocak, tidak menyesal  dehsudah bisa bergabung disini.

Kurang lebih 1 jam kami menghabiskan waktu rehat dengan candaan-candaan, cukup memberikan keceriaan disaat lelah menghadapi banyak tanjakan. Kami pun gowes kembali dan langsung disambut tanjakan. Tak lama sudah menanjak dan menurun, kami terhenti karena melihat pancuran air bersih yang mengalir melewati bambu. Warga pun menggunakannya untuk cuci motor, dan sebagian anak kecil mencuci sepeda.Kami pun tergoda untuk merasakan seger nya air pancuran tersebut. Sebagian goweser membanjur kepalanya dengan air pancuran termasuk saya, dan WOW, segar banget. Karena air ini langsung dari mata air Gunung Aseupan. Setelah itu kami lanjut gowes, dan disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya.Rawa Danau pun terlihat dari kejauhan di sebelah kanan kami, dan tebing-tebing pohon hijau Gunung Aseupan pun tepat di sebelah kiri kami. Tak lama kemudian, kami di bingungkan oleh pertigaan, kalo saya pribadi meilihat (karena posisi saya di depan), ada tanda anak panah di tembok yang menunjukan lurus, kemudian saya bertanya kepada warga sekitar, katanya kalo ke padarincang lurus, belok kiri juga bisa katanya. Kami pun mengambil jalan yang lurus dan disambut langsung turunan.Setelah melewati rumah warga, jalan tanah pun menyambut kami begitu juga tutupan pohon-pohon. Ternyata setelah lihat di GPS, track ini merupakan memotong dan  bisa muncul di pasar Padarincang.  Tak salah lagi ini adalah single track, kami pun cukup senang akhirnya menemukan single trackjuga. Dari mulai memasuki single trackini sampai unjungnya di villa Curug Dahu kami disuguhkan turunan-turunan curam. Untungnya tanah pada saat itu kering, jadi  kami pun dengan lancar meuruni nya, coba kalo basah, jadi malah repot harus menuntun sepeda.  

Akhirnya kami sampai di villa Curug Dahu, single track nya luar biasa, sebagian tanah pada turunan tersebut sudah diberi batu-batu pipih yang  ditanam ketanah secara baik, sehingga membuat tanah bisa didaki maupun dituruni apabila saat hujan. Kami pun terheran-heran bisa sampai di Curug Dahu, awalnya prediksi kami sampai di desa Kadubereum. Pak Mars pun yang sepanjang jalan merasa pusing karena tidak nympe-nyampe malah mengajak kami untuk renang dulu di sungai, padahal sepanjang jalan tadi banyak pancuran air bersih, dan beliau pun sama sekali tidak mau menyentuhnya dan memilih  untuk berbaring di rumput.  Kami pun terpaksa menolak ajakan Pak Mars, dan memilih untuk segera pulang, karena pada waktu itu jam menunjukan kurang lebih pukul 16.20 WIB. Setelah sampai di pasar Padarincang, kami mencari mobil bakter  untuk mengankut kami dan sepeda ke Serang, akan tetapi mobil bakter pun tak kunjung datang. Diputuskan saya dan Pak Yopie untuk gowes saja ke Serang nya, eh malah yang lain juga ikut gowes sambil nyari bakter atau angkot katanya.

Jalanan menanjak  landai pun siap kami gowes, aksi balap-balapan pun di lakoni oleh Pak Roni, Aldi dan Pak Didit, saya pun coba turut serta pada saat jalan sudah mulai menanjak. Ketika saya sudah pada posisi depan tepat setelah sekolah madrasah Bismillah, saya merasa rombongan belakang pun tak kunjung terlihat, dan ketika saya sedang lelah-lelahnya menanjak, muncul lah mobil angkot dengan sepeda dan goweser di dalamnya, pak mars pun menawarkan saya untuk naik, tapi saya menolak karena sudah janji sama Pak Yopie untuk gowes sampe Serang, kemudian mereka pun melaju menuju Serang duluan. Ketika sampai di pertigaan pasar Ciomas yang lama, saya pun langsung menghampiri warung baso, karena perut mulai terasa perih kelaparan. Tak lama kemudian Pak Yopie pun datang, dan langsung membeli air minum di toko sebelah. Setelah menyantap baso dan mebeli persedian air minum, saya dan Pak Yopie pun melaju ke arah Serang, dengan bonus turunan yang cukup membantu. Karena hari sudah gelap, kami pun berhati-hati dan pelan-pelan dalam menggowes, yang kami utamakan adalah keselamatan.Karena mengingat jalan Karundang sudah sepi dan gelap, maka kami putuskan untuk lewat Palima, kemudian berbelok ke arah Serang dan saya pun berpisah dengan Pak Yopie di pertigaan sempu, karena saya ada urusan dan harus melewati jalan Ahmad Yani. Alhamdulillah saya sampai dirumah pukul 20.00 WIB dengan total jarak gowes sampai 90 Km. Ternyata hanya selisih 30 menit sampai di rumah dengan rombongan yang naik angkot. Menurutku ini jadi pertanyaan, sebenernya dimana titik kelambatan yang naik mobil angkot?Padahal sebelum sampe Ciomas mereka sudah naik angkot dan melaju terlebih dahulu, dan saya malah berhenti untuk makan dulu.But, overall perjalanan yang sangat mengesankan, banyak cerita dibalik perjalanan, banyak canda yang menemani perjalanan, dan yang terpenting sampe dirumah dengan selamat Alhamduillah.


Sabtu, 16 Maret 2013

Penasaran Dengan Pulau Panjang

Selasa, 12 Maret 2013, bertepatan dengan hari Nyepi bagi umat Hindu, nyepi pun terasa sampai ke rumah saya, dimana hanya ada saya dan Fahri (adik saya), sisa nya (nyokap, bokap, Fikri) sedang keluar dari tadi pagi. Mulai terasa bosan juga dirumah terus, akhirnya saya putuskan untuk keluar rumah juga dengan tujuan Karangantu lanjut kerumah temen di Cilegon. Persiapan perlengkapan pun sudah disiapkan dan sekitar pukul 10.15 WIB saya berangkat menggunakan motor walaupun cuaca pada saat itu hujan lokal, dan benar saja dari arah Kaligandu sampai Karangantu cuaca nya sangat panas menyengat.

Sesampainya di Karangantu, saya langsung menuju ujung muara sungai untuk mencari info perahu penumpang yang menuju Pulau Tunda dan Pulau Panjang. Setelah banyak bertanya didapatlah informasi bahwa perahu penumpang yang menuju Pulau Tunda hanya ada pada hari Senin, Rabu dan Sabtu dengan tariff sekitar Rp. 15.000, sedangkan ke Pulau Panjang hampir setiap hari dengan tariff sekitar Rp. 7.000. Kebetulan setelah bertanya, ada perahu penumpang yang akan berlayar ke Pulau Panjang. Ragu juga untuk berangkat sekarang juga ke Pulau Panjang, karena masih belum tau keadaan disana bagaimana. Sontak teringat temen saya (Harry) yang tinggal di sekitar Karangantu untuk bertanya tentang keadaan Pulau Panjang. Saya pun langsung menelponnya dan menghampiri ke rumah nya, karena katanya perahu penumpang akan berangkat sekitar jam 2. Ternyata setelah ngobrol-ngobrol, si Harry pun belum pernah ke Pulau Panjang dan tidak tau bagaimana keadaan disana. Menambahlah keraguan di diri saya, sehingga saya pun harus melihat peta Pulau Panjang melalui iPhone untuk mengembalikan keteguhan hati saya. Memang benar Pulau Panjang itu cukup luas kalau kita explore dengan jalan kaki, apalagi kalau kita belum tau keadaan disana. Menurut saya pulau ini lebih enak nya di-explore dengan menggunakan sepeda. Coba pada saat itu juga saya bawa sepeda, pasti tanpa ragu saya pun langsung naik ke perahu.Apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, saya pun kesini bawa motor, yasudah saya mantapkan hati untuk berangkat ke Pulau Panjang setelah menunaikan sholat dzuhur.

Setelah sholat, saya pun dianter Harry ke tempat perahu penumpang tadi, dan ternyata perahu nya tidak ada, sudah berangkat. Wah memang bukan waktu nya untuk berangkat. Kembali saya antarkan Harry kerumah nya, terimakasih yah kawan atas jamuan dan informasi nya. Penasaran apa yang diinfokan Harry mengenai wisata ke Pulo Lima dari Karangantu, saya pun mencari office nya yang kata nya terletak sebelum tempat pelelangan ikan.  Benar saja ketemu nih office nya, langsung saya tanya-tanya dari A sampe Z mengenai Pulo Lima. Pulo Lima ini terletak tidak jauh dari muara sungai Kangantu ini, hanya sekitar 15-20 menit naik perahu. Biaya per orang nya Rp. 70.000 ribu (minimal 10 orang) sudah mendapat akomodasi pulang-pergi, banana boat, snorkeling & mincing mania. Adapun fasilitas diluar biaya tersebut yaitu, areal camping, gazebo-gazebo di pinggir pantai dan makan siang. Setelah mendengar cerita yang ditawarkan oleh Bapak Opik jadi tertarik juga untuk ke Pulo Lima, sayang saya hanya satu orang saja. Tapi jangan khawatir, 1 orang pun bisa berangkat ke Pulo Lima dengan catatan kalian harus datang ke office ini pagi-pagi sekitar pukul 09.00 WIB untuk menanyakan ada tidak kapal nelayan yang berangkat.  Kalau misalkan ada, silahkan kalian bernego dengan nakhoda nya. Tentunya dengan ketentuan kalian harus di jemput kembali pada sore hari nya.

Ketika saya bercerita keluhan saya yang tidak jadi berangkat ke Pulau Panjang karena ketinggalan perahu, Bapak Opik pun langsung memberitahu ke saya bahwa ada perahu terakhir biasa nya di sekitar tempat pelelangan ikan, karena dikhawatirkan air surut di muara nya maka si perahu penumpang dimajukan hingga mendekati mulut muara. Saya pun pamit dan langsung menuju tkp, Alhamdulillah memang benar masih ada perahu penumpang yang menuju Pulau Panjang, akan tetapi perahu tersebut hendak berlayar dan salah seorang anak buah kapal yang melihat saya sedang berlari ke arah kapal langsung mencoba menarik kapal tersebut kembali. Pada saat itu pula keraguan saya naik drastis, karena kalau jadi berangkat, motor dititipkan dimana?.Perahu pun kembali bersandar dan mau menunggu saya sebagai penumpang terakhir, saya pun kembali ke motor dan mencari tempat penitipan motor, hingga pada akhirnya seorang satpam di pos masuk gerbang mau menerima titipan motor. Diantarkan lah saya kembali ke perahu, dan benar saja perahu masih menunggu saya sebagai penumpang terakhir.

Sekitar pukul 14.30 WIB perahu tujuan Pulau Panjang berangkat.Perahu yang berisikan hampir seluruh warga Pulau Panjang dan beberapa kebutuhan warga untuk selama di Pulau pun akhir nya berangkat. Jika dilahat-lihat perahu penumpang ini adalah perahu yang sebelumnya bersandar di pos keberangkatan, perahu yang dari awal saya mau menaikinya. Sedikit malu juga untuk menaiki perahu ini, karena dari awal sekitar pukul 12.00 WIB saya sempat bertanya-tanya ke penumpang yang sudah menunggu cukup lama tentang keberangkatan perahu ini. Yang pada akhirnya saya malah menyia-nyiakan waktu untuk mencari informasi di rumah Harry. Tak apalah, yang penting pada akhirnya saya bisa berangkat ke Pulau Panjang, itung-itung menghilangkan rasa penasaran saya.

Akhirnya perahu pun bersandar sekitar pukul 15.00 WIB, saya pun bingung harus ke mana dan mulai dari mana. Sebelumnya saya lihat di peta ada juga sebuah desa di bagian utara, saya putuskan untuk tetap berjalan ke arah utara. Melewati rumah-rumah warga yang rata-rata sudah terbuat dari pondasi semen dan ada juga yang sebagian sudah di kramik, jalan pun sudah sebagian di paving blok.  Karena disini hanya ada listrik pada saat malam hari, jadi rata-rata warga disini menghabiskan waktu siang nya dengan bercengkrama dengan keluarga dan tetangga di depan rumah. Sambil berjalan saya pun mencoba liat kanan-kiri untuk mencari warung nasi, karena dari tadi siang belum makan. Ternyata disini masih susah ditemukan warung nasi, tak terasa saya berjalan melewati Kampung Peres. Ketika diliat di GPS, ternyata cukujp jauh juga dari lokasi saya berada untuk sampai kampung  di utara yaitu Kampung Baru. Yang saya heran, ketika saya sedang berjalan Dengan kaget dan rasa heran, saya hanya bisa terdiam dan membiarkan mobil itu lewat, setelah jauh barulah sadar kalo saya membutuhkan tumpangan, haha. Tak lama kemudian, lewatlah warga sekitar membawa motor dan menawarkan saya jasa ojeg, dengan kelelahan saya pun terima jasa ojeg sampai ke pantai yang ada di utara dengan biaya Rp. 5.000.

Sesampainya di pantai utara, rasa penasaran saya pun terjawab.Ternyata pasir putih yang saya lihat lewat GPS di iphone itu ternyata hanya sekumpulan batu-batu karang yang sudah berwarna putih yang telah menutupi pasir pantai. Pantai disini pun sebagian besar berupa karang, tidak ada sama sekali pantai dengan hamparan pasir putih. Berjalan menelusuri bibir pantai kearah timur  pun yang ditemui hanya hamparan karang. Ditengah-tengah penelusuran, saya bertemu dengan ibu-ibu warga Kampung Baru yang sedang mencari rumput laut, katanya rumput laut yang dicari cukup susah, dan hasilnya pun buat di konsumsi sendiri, bukan untuk dijual. Ketika ditanya letak pantai pasir putih yang bisa berenang,  mereka pun menjawab tidak ada, yang ada hanya hamparan karang saja. Beginilah keadaan Pulau Panjang, walaupun tidak  bisa berenang, tapi rasa pensaran saya pun terjawab. Sampai pukul 17.00 WIB saya menelpon Kang Sobri (ojeg yang mengantarkan saya) untuk minta dijemput.Ternyata yang datang adalah sodara nya Kang Sobri, yaitu Kang Nafik. Sama Kang Nafik inilah saya diantar menuju Kampung Pasir Putih untuk mengisi perut yang dari tadi siang belum sempat terisi. Disini memang tidak ada warung nasi a.k.a warteg, hanya ada warung yang jual gado-gado atau ketoprak, itupun mungkin hanya ada di Kampung Pasir Putih. Setelah makan, lalu ngobrol sama Kang Nafik masalah penginapan, dengan berbaik hati Kang Nafik pun menawarkan saya untuk tidur dirumah nya, karena kebetulan hanya ada mertua nya dan anak Kang Nafik saja. Di antarlah saya kerumah Kang Nafik untuk magriban sejenak.

Setelah magriban, mengobrol banyak dengan orang mertua nya  yang menurut saya tau banyak keadaan sosial, politik, serta potensi yang dimiliki oleh Pulau Panjang ini.  Sampai saya diajak mau ‘ngobor’ gurita, akan tetapi Kang Nafik mengajak saya ke dermaga di Kampung Pasir Putih untuk melihat yang mincing ikan disana. Sampai di dermaga, memang banyak juga orang mancing, jika dilihat rata-rata mereka mendapat cumi-cumi kecil. Saya menghabiskan malam disini, karena memang tidak ada tempat menarik lagi di Pulau Panjang ini. Di dermaga ini kita bisa melihat lampu-lampu pabrik disebrang sana tepatnya disekitar Bojonegara yang menyala cukup banyak dan terlihat indah dari kejauhan. Dermaga ini tempat bersandarnya perahu penumpang dari arah Bojonegara, jadi selain dari pelabuhan Karangantu, kalian bisa juga menuju Pulau Panjang ini dari Pelabuhan Bojonegara. Suasanan malam itu sangat tidak cukup membuat saya tenang, bukan karena suasana alam nya, akan tetapi keributan yang di timbulkan oleh seorang anak  kecil yang bener-bener sangat menjengkelkan. Kang Nafik banyak bercerita tentang keadaan masyarakat di Pulau Panjang, yang salah satunya yaitu jika ada rumah di pulau ini yang cukup bagus (sudah kramik dan tembok semen bercat) itu merupakan salah seorang keluarga nya kerja sebagai TKI ke luar negeri. Termasuk Istri Kang Nafik yang bekerja ke Arab. Kebanyakan orang yang punya di pulau ini bekerja sebagai TKI, cetusnya. Selanjutnya, katanya listrik di pulau panjang ini memang benar hanya menyala pada pukul 18.00-06.00 WIB dengan menggunakan tenaga disel, tetapi ada bantuan baru yaitu berupa pembangkit listrik tenaga surya, yang sudah berjalan 1 bulan. Listrik tenaga surya ini dapat menghidupkan listrik rumah-rumah warga pada siang hari yang diberikan secara gratis, akan tetapi kedepannya nantinya akan dipungut biaya. Obrolan demi obrolan berlalu hingga pukul 21.30 WIB, kita pun pulang kerumah untuk beristirahat, dikarnakan esok pagi saya harus berlayar kembali pulang ke Pulau Jawa.

Rabu, 13 Maret 2013 sekitar pukul 7.30 WIB saya di antarkan ke dermaga di Kampung Peres, katanya akan ada perahu keberangkatan ke pelabuhan Karangantu sekitar pukul 8.00 WIB.  Setiba nya di dermaga, saya pisah dengan Kang Nafik dan anak, tidak lupa memberi sedikit upah terimaksih saya atas waktu dan tempat menginapnya. Sekitar pukul 8.30 WIB perahu pun berlayar menuju  pelabuhan Karangantu dengan tiket sebesar Rp. 7.000 per-orang.  Hingga sampai di pelabuhan Karangantu sekitar pukul 9.00 WIB dan langsung mengambil motor  di pos satpam dilanjutkan perjalanan pulang. Alhamdulillah sampai rumah dengan selamat. Rasa penasaran saya pun terjawab semua, itung-itung tambah pengalaman, heheh. Mungkin next trip  ke Pulau Tunda deh.

Kamis, 22 November 2012

TRIP LOMBOK PART 2

Hari Ketiga di Lombok

Selasa 13 November 2012, merupakan hari terakhir kami di Gili Trawangan, dan kami pun dengan berat hati siap meniggalkan pulau yang sangat indah ini. Sekitar pukul 09.00 WITA kami sarapan dan siap-siap meninggalkan cottage Bale Sasak, pada saat di lobby menunggu Ruby dan Rizkar yang sedang beres-beres di kamar, saya mencoba menyapa bule cewe (namanya Elizabeth) yang sedang santai menyantap sarapan nya.  Elizabeth seorang guru anak-anak kecil (TK) di England nya, dia sedang meninkmati masa liburan nya yang katanya kurang lebih selama 4 bulan. Sebelum ke Lombok dia sempat menghabiskan 1 bulan di Bali. Masa liburan yang sangat panjang, kalau di Indonesia sih mana ada orang pekerja yang bisa liburan selama itu, kalaupun ada pasti hanya sedikit orang saja.  Setelah itu kami pamit pulang, kami ucapkan terimakasih untuk penginapan dan fasilitas yang disediakan oleh Bale Sasak ini, terimakasih buat a Dedi yang telah memberi kami harga spesial dan juga a Imam yang telah mengenalkan kami ke a Dedi pemilik Bale Sasak.

Pukul 11.00 WITA kami berangkat naik public boat  ke pulau Lombok, tentunya setelah membeli tiket di loket tiket. Perjalan kali ini terasa tenang tidak begitu membuat cemas, ombak dan angin pun bersahabat hingga mengantarkan kami ke pelabuhan Bangsal. Dari pelabuhan Bangsal ini kami langsung mencari cidomo dengan harga Rp.10.000 ke perempatan Pamenang yang jaraknya sebenarnya tidak terlalu jauh. Karena di perempatan Pamenang banyak angkutan umum yang ke Mataram. Ditengah-tengah perjalanan, si abang cidomo nya menawarkan kami taksi yang akan menuju Labu Api, karena kebetulan si taksi ini abis angkut penumpang dari Bandara International Lombok. Kami terimalah tawaran tersebut, tentunya dengan proses negosiasi, karena kami tau harga angkutan umum dari Pamenang sampe ke Labu Api. Beruntung kami dapat taksi dengan mobil avanza ini cukup nyaman dan harganya murah, hanya Rp. 70.000. Rute perjalanan pulang kami sama seperti berangkat, akan tetapi ketika di perempatan Rembiga, kami dialihkan melewati kota Mataram. Kalo ga salah katanya kota Mataram ini hanya punya 1 Mall saja. Sesampainya di Rumah Om Rudy, kami rehat sejenak dan makan siang. Setelah ngobrol-ngobrol sama Rinta  (anaknya Om Rudy) tentang Pantai Kute, akhirnya Rinta pun bersedia mengantarkan kami kesana.

Pukul 14.45 WITA kami berangkat menuju Pantai Kute yang terletak di selatan Pulau Lombok. Dengan menggunakan kendaran bermotor perjalanan terasa mengasyikan. Karena kita dapat melihat begitu jelas dan begitu dekat keadaan serta keramahan penduduk sekitar. Jalan-jalan yang kami ambil pun berupa jalan-jalan desa/komplek, sampai bertemu di Jalan Teguh Ibrahim Kholid yang merupakan jalan yang cukup lebar dan mulus, karena jalan ini menuju Bandara International Lombok  (BIL). Cukup panjang jalan yang lebar, mulus dan bagus ini, sampai-sampai saya sempat tertidur di motor, begitu juga dengan Rizkar yang sedang bawa motor. Kami pun sempat melewati Desa Sasak (sade), tampaknya mereka sedang ada acara nikahan, terlihat dari mereka yang sedang berbondong-bondong mengiring pengantin wanita. Setelah melewati Desa Sasak, jalan pun mulai rusak, kira-kira sepanjang 1 km dan selanjutnya bagus kembali yang pada akhirnya menghantarkan kami sampai di Pantai Kute. Memang cukup bagus juga Pantai Kute disini, terlihat dari hamparan pasir putih yang cukup luas, ditambah birunya air laut. Sudah cukup banyak berdiri penginapan dan juga bar-bar disini, turis-turis asing pun sudah banyak berkeliaran disini. Akan tetapi di Pantai Kute ini kurang pas untuk melihat sunset yang tenggelam tepat dihamparan laut sana, sunset disini terhalang oleh tebing disebelah kanan, karena Pantai Kute ini menghadap ke selatan. Kami tidak menikmati sore di Pantai Kute, melainkan kami menuju Tanjung Aan yang terletak disebelah timur Pantai Kute. Kira-kira sekitar 15 menit kami sampai di Tanjung Aan ini. Tanjung Aan ini terkenal dengan batu kotak nya dan juga pantai nya yang cukup tenang.  Hamparan pasir putih dan birunya air laut masih ditemukan disini. Yang unik dipantai ini adalah pasirnya yang berbentuk besar seperti merice (merica). Jadi kalo misalkan kita injek itu pasir akan terasa geli dan bisa merembaskan kaki kedalam hingga sebetis. Kami yang baru pertama merasakan pasir merice ini tampak bagitu senang bermain dengan nya. Selanjutnya, kami menaiki batu kotak yang kokoh berdiri di bibir pantai, dandisini lah kami menikmati penghujung sore sambil foto-foto di atas nya. Sayang sekali langit pada sore itu agak terlihat mendung, begitu pula sunset  yang terhalang oleh bukit-bukit disebelah barat.

Matahari pun mulai terbenam di ujung sana, menandakan bahwa kami harus segera pulang, mengingat perjalanan yang cukup jauh yang harus kami tempuh untuk sampai di Mataram sana. Perjalanan pulang kami pun ditemani binatang kecil-kecil yang menghantam tubuh dan helm kami. Binatang kecil-kecil ini berasal dari sawah-sawah yang berada di sepanjang jalan, cukup merepotkan dan menyakitkan. Catatan, kalau mau ke pantai Kuta dan berencana pulang malam naik motor, jangan lupa pake jaket nya, dan helm full face, karena pake helm half face pun bintang tersebut masih mengenai wajah kita. Setelah berperah dengan binatang kecil tersebut, kami akhirnya sampai juga di Kota Mataram, dan langsung beli ayam taliwang dan plecing kangkung khas Pak Udin dan menyantapnya dirumah Om Rudy bersama keluarganya. Setelah menyantap makan malam, kami pun istirahat untuk perjalanan besok menuju Pulau Bali.

Hari keempat di Lombok

Rabu 14 November 2012, kami pun terbangun dari tidur lelap kami, dan langsung di sambut oleh Om Rudy yang telah menyidiakan teh manis hangat untuk kami. Ngobrol panjang tentang perjalanan kami kemarin dan rencana kami untuk hari ini sampai ditutup dengan mandi, sarapan dan siap-siap untuk perjalanan pulang. Sekitar pukul 09.00 WITA kami berangkat menuju Pelabuhan Lembar, Om Rudy pun bersedia mengantarkan kami ke Pelabuhan Lembar. Sebelum ke Pelabuhan Lembar, kami mampir sejenak ke pusat oleh-oleh Kaos Lombok Pak Arif, ya sekedar beli baju lombok saja sebagai bukti mungkin kalo kami pernah ke Lombok, hahah. Setelah selesai belanja kaos, kami menuju Pelabuhan lembar. Sepanjang perjalan, Om rudy menjelaskan cukup detail tentang budaya masyarakat di Lombok, katanya kalau suasana Iedul Fitri di Lombok itu kalah dengan suasana Maulid Nabi, Maulid Nabi biasanya rame dengan acara sunatan dan acara kurisan (cukur rambut untuk anak-anak kecil). Biasanya Maulid Nabi juga diperingati hampir sebulan penuh di Pulau Lombok ini, untuk tiap desa nya perayaan hari Maulid Nabi nya berbeda-beda. Katanya, kebanyakan tujuan orang Lombok yaitu bangun Masjid dan naik Haji, mengingat Lombok merupakan pulau Seribu Masjid, jadi pasti masyarakatnya berbondong-bondong membangun masjid sebagus-bagus mungkin untuk tiap desa nya. Hampir disetiap jalan radius ± 100 meter berdiri Masjid yang begitu megah. Katanya, hampir semua masyarakat di Lombok baik yang kaya maupun yang miskin sudah sepakat untuk membayar iuran minimal 1 juta untuk orang miskin selama setahun dan untuk orang kaya minimal sekitar 5 juta pertahun. Jadi ga ada orang-orang Lombok yang minta sumbangan di tengah-tengah jalan untuk pembangunan Masjid.  Sungguh sebuah prinsip hidup yang patut dicontoh, karena mengingat masih banyak untuk orang-orang di Serang yang minta-minta sumbangan di  tengah-tengah jalan.

Sesampainya di depan gerbang Pelabuhan Lembar, saya langsung turun untuk pesan tiket, dan menanyakan tentang keberangkatan  kapal Putri Yasmin. Tiket sudah ditangan, petugas pun memberitahu saya bahwa kapal Putri Yasmin kira-kira sekitar 10 menit lagi akan berangkat. Mendengar seperti itu, saya langsung berlari ke mobil dan kami pun buru-buru pamit sama Om Rudy yang telah banyak membantu kami selama di Lombok, terimakasih banyak Om Rudy atas waktu dan tenaganya yang telah banyak membantu kami, maaf kalau kami merepotkan. Kami pun berlari-lari menuju kapal, gerbang kapal pun hampir saja mau ditutup, tapi akhirnya kami berhasil memasukinya. Ternyata tempat lesehan dengan ruang AC sudah ramai dengan penumpang, kami pun mencari kebagian atas kapal, dan ternyata penuh juga tempat duduk penumpangnya. Terpaksa kami duduk seadanya di lantai kapal.  Sekitar pukul 10.45 WITA kapal pun mulai berlayar.

Selama kurang lebih 4 jam kami berlayar menuju pelabuhan Padang Bai, dan akhirnya sampai juga. Perjalanan yang cukup membosankan, apalagi kami tidak kebagian tempat duduk, jadilah duduk ditempat yang bukan selayaknya. Setelah turun dari kapal, kami langsung mencari mobil taksi menuju Bandara Ngurah Rai. Taksi tak kunjung datang, kami pun coba berjalan menyusuri jalan keluar dari Pelabuhan, dan yang menghampiri adalah taksi-taksi gelap. Karena jarang sekali taksi lewat, dan si sopir taksi gelap ini selalu mengikuti kami, hingga akhirnya kami pun terlena oleh rayuannya. Ya, mobil Carry jadul, dengan sopir extreme nya, jadi tumpangan kami ke Bandara Ngurah Rai. Ini merupakan kedua kalinya kami naik mobil sejenis ini ke Ngurah Rai. Kenapa sopirnya dibilang extreme, karena sambil nyetir pun dia kalo ngobrol sama saya yang duduk di posisi depan selalu menengok kearah saya begitu lama tanpa melihat ke arah depan. Saya pun berkali-kali selalu bilang “Pak awas, pak”. AC tak ada, yang ada hanya AG alias Angin Gelebug. Tak apalah, yang penting dengan harga 200 ribu kita sudah sampai di Ngurah Rai. Sekitar pukul 17.00 WITA kami sampai dan langsung menyantap makan malam di resto cepat saji, kemudian megambil koper di penitipan dan menuju boarding pass. Sekitar pukul 20.30 kami take off meninggalkan Ngurah Rai, cukup puas juga perjalanan kali ini, dan sangat berkesan. Terimakasih buat best Friend, Rizkar dan Ruby yang sudah menemani perjalanan, dan juga pihak-pihak yang mendukung maupun membantu perjalanan kami, hahah. goodbye...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More