Rabu, 03 April 2013

Menyusuri Gunung Aseupan

Jum’at 29 Maret 2013, jadwal sepedaan kali ini sudah ditentukan dari minggu kemarin, yaitu sepedaan explore Gunung Aseupan, dengan track Ciomas - Mandalawangi - Gn. Aseupan – Padarincang. Perjalanan yang memekan waktu kira-kira 12 jam dengan  waktu gowes kira-kira 6 jam ini cukup membuahkan pengalaman yang sangat menarik. Walaupun trackyang dihadapi penuh dengan tanjakan, tapi pemandangan yang indah serta single track di ending perjalanan membuat kami merasa puas dan senang.

Pagi itu sekitar pukul 07.45 WIB, di tempat tikum KPP telah berkumpul 7 goweser yang siap explore track Gunung Aseupan. Ada Pak Yopie, Pak Dida, Pak Mars, Pak Didit, Pak Roni, Aldi dan Saya. Setelah Pak Yopie memberi arahan track dan membaca doa, kami pun berangkat. Rute track nya sama seperti biasa, melewati Kota Serang, lalu ke arah Tembong kemudia muncul di jalan Palka Pabuaran. Biasa nya kami berhenti di Soto Djogja,akan tetapi karena hari jum’at, kami putuskan untuk rehat di pertigaan pasar Ciomas. Jalan Palka yang konturnya landai menanjak sudah biasa menjadi santapan kami.Truk-truk pengangkut pasir pun masih mewarnai jalan ini, yang berujung pada jalan yang semakin hari semakin rusak.Udara penuh debu dan polusi pun terpaksa kami hirup demi melewati panjang nya tanjakan ini.Sangat disayangkan, Jalan Palka yang dulu nya terkenal mulus dan asri kini telah rusak dan berpolusi tinggi. Yang kami inginkan hanya sederhana, yaitu adanya upaya dari pemerintah untuk menindak para pengusaha pasir illegal, dan membuat kesepakatan untuk memberikan kontribusi yang sepadan kepada masyarakat sekitar, seperti meperbaiki jalan yang rusak .


Sesampainya di pertigaan pasar Ciomas, kami pun rehat sejenak untuk membeli perbekalan yang cukup untuk menanjak kembali ke mandalawangi. Karena kami harus mengejar jum’at an di Mandalawangi, jadi sekitar pukul 10.00 WIB kami berangkat dan langsung di sambut tanjakan sampai ke pertigaan pasar baru Ciomas, lalu dilanjutkan ke jalan Ciomas-Mandalawangi, yang dimana kontur tanjakan siap menyapa kami. Sebagian jalan pun udah di beton, akan tetapi pelapisan beton ini hanya berjarak pendek-pendek. Tanjakan pun perlahan-lahan mulai bermunculan, sampai akhirnya kami sampai di sebuah masjid yang cukup bagus untuk menunaikan sholat Jum’at.Padahal masih pukul 11.30 dan dari masjid itu hanya berjarak 1-2 Km lagi untuk sampai ke pertigaan Mandalawangi seperti yang direncanakan sholat Jum’atnya di Pesantren Dar el-Falah. Tetapi rombongan depan pun sudah menepi di masjid ini, dan kami pun menunaikan sholat Jum’at disini.

Setelah sholat Jum’at, kami melanjutkan perjalanan untuk makan di warung makan langganan, tepatnya di sebelah pesantren. Sayangnya pete bakar yang di idamkan pak Dida sudah habis, akan tetapi ikam mas bakarnya masih ada. Setelah lahap makan dan mengisi persedian air minum, kami siap untuk memulai gowes menyusuri Gunung Aseupan.  Setelah pasar Pari, sekitar 1 kilometer ada belokan di sebelah kanan. Kami pun berbelok dan tak lama kemudian langsung di sajikan pemandangan yang luar biasa indanya, subhanallah.Sungguh sangat indah ciptaan Yang Maha Kuasa, jalan di tengah sawah dan kami dikelilingi oleh latar belakang gunung Aseupan, gunung Karang dan gunung Pulosari.Kami pun menyempatkan untuk berfoto di pemandangan seindah ini, kemudian melanjutkan gowes.Kontur disini sebagian jalan lapis aspal aspel (asal nempel) dan seterusnya makadam.Tanjakan-tanjakan pun sering kami temui disini yang ditemani keramahan warga.Sampai di tempat pemandangan sawah yang meningkat dengan batu-batu besar tertanam secara acak diareal persawahan kami istirahat sejenak.Guyonan-guyonan pun mulai keluar dari mulut para goweser, ini sudah biasa di komunitas kami.Ini  menandakan bahwa goweser tersebut sudah merasa terlalu lelah yang ditambah dengan keberadaan yang tidak jelas. Alhasil kami pun tertawa-tertawa membahas kejadian-kejadian yang baru saja kami alami. Sungguh komunitas sepeda yang aneh dan kocak, tidak menyesal  dehsudah bisa bergabung disini.

Kurang lebih 1 jam kami menghabiskan waktu rehat dengan candaan-candaan, cukup memberikan keceriaan disaat lelah menghadapi banyak tanjakan. Kami pun gowes kembali dan langsung disambut tanjakan. Tak lama sudah menanjak dan menurun, kami terhenti karena melihat pancuran air bersih yang mengalir melewati bambu. Warga pun menggunakannya untuk cuci motor, dan sebagian anak kecil mencuci sepeda.Kami pun tergoda untuk merasakan seger nya air pancuran tersebut. Sebagian goweser membanjur kepalanya dengan air pancuran termasuk saya, dan WOW, segar banget. Karena air ini langsung dari mata air Gunung Aseupan. Setelah itu kami lanjut gowes, dan disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya.Rawa Danau pun terlihat dari kejauhan di sebelah kanan kami, dan tebing-tebing pohon hijau Gunung Aseupan pun tepat di sebelah kiri kami. Tak lama kemudian, kami di bingungkan oleh pertigaan, kalo saya pribadi meilihat (karena posisi saya di depan), ada tanda anak panah di tembok yang menunjukan lurus, kemudian saya bertanya kepada warga sekitar, katanya kalo ke padarincang lurus, belok kiri juga bisa katanya. Kami pun mengambil jalan yang lurus dan disambut langsung turunan.Setelah melewati rumah warga, jalan tanah pun menyambut kami begitu juga tutupan pohon-pohon. Ternyata setelah lihat di GPS, track ini merupakan memotong dan  bisa muncul di pasar Padarincang.  Tak salah lagi ini adalah single track, kami pun cukup senang akhirnya menemukan single trackjuga. Dari mulai memasuki single trackini sampai unjungnya di villa Curug Dahu kami disuguhkan turunan-turunan curam. Untungnya tanah pada saat itu kering, jadi  kami pun dengan lancar meuruni nya, coba kalo basah, jadi malah repot harus menuntun sepeda.  

Akhirnya kami sampai di villa Curug Dahu, single track nya luar biasa, sebagian tanah pada turunan tersebut sudah diberi batu-batu pipih yang  ditanam ketanah secara baik, sehingga membuat tanah bisa didaki maupun dituruni apabila saat hujan. Kami pun terheran-heran bisa sampai di Curug Dahu, awalnya prediksi kami sampai di desa Kadubereum. Pak Mars pun yang sepanjang jalan merasa pusing karena tidak nympe-nyampe malah mengajak kami untuk renang dulu di sungai, padahal sepanjang jalan tadi banyak pancuran air bersih, dan beliau pun sama sekali tidak mau menyentuhnya dan memilih  untuk berbaring di rumput.  Kami pun terpaksa menolak ajakan Pak Mars, dan memilih untuk segera pulang, karena pada waktu itu jam menunjukan kurang lebih pukul 16.20 WIB. Setelah sampai di pasar Padarincang, kami mencari mobil bakter  untuk mengankut kami dan sepeda ke Serang, akan tetapi mobil bakter pun tak kunjung datang. Diputuskan saya dan Pak Yopie untuk gowes saja ke Serang nya, eh malah yang lain juga ikut gowes sambil nyari bakter atau angkot katanya.

Jalanan menanjak  landai pun siap kami gowes, aksi balap-balapan pun di lakoni oleh Pak Roni, Aldi dan Pak Didit, saya pun coba turut serta pada saat jalan sudah mulai menanjak. Ketika saya sudah pada posisi depan tepat setelah sekolah madrasah Bismillah, saya merasa rombongan belakang pun tak kunjung terlihat, dan ketika saya sedang lelah-lelahnya menanjak, muncul lah mobil angkot dengan sepeda dan goweser di dalamnya, pak mars pun menawarkan saya untuk naik, tapi saya menolak karena sudah janji sama Pak Yopie untuk gowes sampe Serang, kemudian mereka pun melaju menuju Serang duluan. Ketika sampai di pertigaan pasar Ciomas yang lama, saya pun langsung menghampiri warung baso, karena perut mulai terasa perih kelaparan. Tak lama kemudian Pak Yopie pun datang, dan langsung membeli air minum di toko sebelah. Setelah menyantap baso dan mebeli persedian air minum, saya dan Pak Yopie pun melaju ke arah Serang, dengan bonus turunan yang cukup membantu. Karena hari sudah gelap, kami pun berhati-hati dan pelan-pelan dalam menggowes, yang kami utamakan adalah keselamatan.Karena mengingat jalan Karundang sudah sepi dan gelap, maka kami putuskan untuk lewat Palima, kemudian berbelok ke arah Serang dan saya pun berpisah dengan Pak Yopie di pertigaan sempu, karena saya ada urusan dan harus melewati jalan Ahmad Yani. Alhamdulillah saya sampai dirumah pukul 20.00 WIB dengan total jarak gowes sampai 90 Km. Ternyata hanya selisih 30 menit sampai di rumah dengan rombongan yang naik angkot. Menurutku ini jadi pertanyaan, sebenernya dimana titik kelambatan yang naik mobil angkot?Padahal sebelum sampe Ciomas mereka sudah naik angkot dan melaju terlebih dahulu, dan saya malah berhenti untuk makan dulu.But, overall perjalanan yang sangat mengesankan, banyak cerita dibalik perjalanan, banyak canda yang menemani perjalanan, dan yang terpenting sampe dirumah dengan selamat Alhamduillah.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More