Jum’at 9 November 2012 tepat pukul
7.00 WITA kami siap berangkat menuju Krisna. Dimana sebelumnya kita telah
membuat kesepakatan dengan yang lain bahwa hari ini kita harus berangkat tepat
waktu yaitu jam 7. Karena di Krisna tidak mungkin belanja dengan waktu cuman 1
jam saja. Sehingga kami pun terpaksa harus bangun cepat agar tidak telat.
Setelah kami semua sudah menaiki bis, bis pun berangkat menuju Krisna. Tampak
terdengar membosankan bagi Saya mendengar Krisna, karena setiap ke Bali pasti
mampirnya kesini untuk beli oleh-oleh, dan keadaan mood Saya disini sedang
males beli oleh-oleh. Alhasil sesampainya di Krisna, Saya pun hanya bisa
keliling nemenin si Ruby belanja oleh-oleh, teman-teman yang lain pun tampak
begitu semangat mencari barang buruan nya untuk buah tangan orang-orang di
rumah. Waktu belanja di Krisna pun sudah usai, saatnya kita bergegas memasuki
bis dengan tujuan wisata selanjutnya adalah Tanjung Benoa. Tanjung Benoa berada
di kawasan private Nusa Dua, karena di Nusa Dua ini banyak berdiri
hotel-hotel mewah dan kawasan ini biasa digunakan rapat penting oleh
pejabat-pejabat dalam negeri maupun luar negeri. Dulu kawasan Nusa Dua ini
jarang penduduk, karena kontur tanah nya kapur sehingga cukup sulit untuk
mendapatkan air bersih di kawasan ini. Karena Bali membutuhkan tempat
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat penting, tertutup dan aman. Maka
Nusa Dua dibangun sedemikian rupa sehingga menjadi sekarang ini.
Sesampainya di Tanjung Benoa, Nusa Duasekitar pukul 11.00
WITA, kami langsung memasan tiket glass bottom untuk ke pulau penyu.
Tiket glass bottom ini seharga 50 ribu rupiah per orang, dan akan
berangkat jika kuota sudah mencapai 10 orang. Akan tetapi kuota kita hanya 9
orang pada saat itu, di tambah satu orang lagi dari pihak travel di detik-detik
terakhir, jadi yang berangkat ada Saya, Ruby, Rizkar, Ade, Adit, Nita, Tiyar,
Gober, Linda & Mas travel. Mungkin sepertinya kami tidak akan sholat jum'at
bagi cowo-cowo nya, karena kita baru berangkat ke pulau penyu nya sekitar pukul
11.30 WITA. Ini merupakan ke tiga kali nya Saya ke pulau penyu, tapi Saya ambil
tempat yang berbeda kali ini, yaitu penangkaran penyu yang sebelah kanan jika
kita pertama kali datang. Jadi cukup berbeda pengalaman kali ini, di
tempat ini hampir semua binatang kami pegang sambil di foto, seperti elang,
iguana, penyu, kalong & ular. Jika ditempat sebelahnya kita hanya pegang
penyu, ular, dan burung Rangkong. Hampir semua binatang kami pegang dan sambil
berpose untuk difoto, sampai tak terasa waktu sudah lebih dari 1 jam. Kami pun
kembali ke Tanjung Benoa karena di panggil si mas travel nya untuk segara
pulang. Kami pikir mungkin kami akan terlambat lagi naik ke bis, karena yang
kami lihat, teman-teman yanga lain tidak ikut ke pulau penyu. Ternyata benar
saja, mereka sudah selesai makan dan kami yang terakhir makan, dan setelah itu
kami pun berangkat menuju Uja Mandala untuk beribadah. Uja Mandala adalah
tempat dimana semua tempat peribadatan umat manusia ada disana dan saling
berdampingan. Ini menandakan bahwa walaupun kita berbeda umat harus hidup rukun
dan saling berdampingan. Setelah beribadah di Uja Mandala kami berangkat menuju
Dreamland, atau yang dulu disebut dengan New Kuta Beach. Dreamland ini masuk
dalam kawasan Tomy Soeharto, karena sebagian tanah di Nusa Dua ini sudah dimiliki
oleh Tomy Soeharto ketika masa kepemimpinan Ayahnya. Di dekat Dreamland ini
juga tedapat kawasan golf terluas di Bali. Walaupun daerah Nusa Dua ini
kontur tanahnya berupa tanah kapur, akan teteapi Tomy menyulapnya dengan
hamparana rumput hijau yang luas. Sungguh luar biasa apa yang telah dilakukan
Tomy itu, dan dari situlah merangsang pertumbuhan pembangunan di kawasan Nusa
Dua.
Sekitar pukul 15.00 WITA kita sampai
di Dreamland. Terlihat perbedaan tempat parkir mobil, yang dimana jika dulu
jarak dari tempat parkir masuk ke pantai Dreamland harus menuruni banyak anak
tangga dan cukup jauh, sekarang dibuat tempat parkir yang lebih dekat dari
kawasan pantai. Pada saat itu memang keadaan disana cukup panas, sehingga
membuat malas teman-teman dan enggan untuk ke berjalan-jalan di pantai. Tapi
tidak untuk Saya, Ruby & Ade, kami bertiga berjalan menyusuri bibir pantai
sambil foto-foto, pemandangan dan keindahan pantai lah yang membuat kami untuk
terus berjalan dan foto. Saking tak sadar akan keindahan pantainya, kami tengok
kebelakang tak nampak satupun mahasiswa dari Untirta yang terlihat, lalu kami
putuskan untuk kembali ke Bis, karena ga enak kalo nanti kita telat lagi
naik Bis nya. Ketika berjalan hendak ke Bis kita melihat seorang bule perempuan
yang sedang berjemur dan diminta foto bareng wisatawan lokal, sungguh menarik
perhatian, karena memang bule nya itu cantik, sampai kita pun ingin foto bareng
dengannya, akan tetapi kita harus lekas ke Bis dan ga boleh telat. Ternyata eh
ternyata pas mau sampe parkiran masih banyak mahasiswa yang sedang berbelanja
dan katanya masih ada juga yang di pantai. Memang penyesalan mah di akhir,
heheh.
Setelah menunggu teman-teman yang lain
cukup lama, akhirnya kita meninggalkan Dreamland dan hendak menuju GWK atau
Garuda Wisnu Kencana. Sekitar 15 menit dari Dreamland kita sudah sampai di GWK.
Disini kita akan melihat rancangan patung Garuda Wisnu Kencana yang baru
terbuat hanya beberapa bagian. Karena rencana nya disini akan dibuat patung
Garuda Wisnu Kencana yang kira-kira tinggi nya sekitar 145 meter dan ditambah
lagi posisi nya yang berada di 263 m di atas permukaan laut yang jika kelak
nanti rampung akan melebihi patung Liberty di Amerika, dan dapat dilihat dari
radius sekitar 20 Km. Proyek ini belum rampung betul, karena hanya baru terbuat
bagian badan dan tangan Dewa Wisnu dan bagian Kepala Garuda. Sekitar pukul
17.00 WITA kita sampai di GWK, dan langsung masuk. Untuk memasuki kawasan GWK
ini diperlukan tiket seharga Rp. 25.000,- untuk dewasa. Di GWK ini kita akan
melihat tebing-tebing batu kapur yang dibentuk sedemikian rupa. Sungguh luar
biasa, bisa dibayangkan nanti jika proyek mega patung GWK ini sudah jadi, pasti
tempat ini akan ramai dipadati wisatawan. Setelah kita berkeliling melihat mega
proyek patung GWK, lalu kita memasuki teater terbuka untuk menonton pertunjukan
tentang kisah Garuda dan Dewa Wisnu. Hingga menjelang magrib pertunjukan
selesai kita beranjak pergi ke Kampung Kute yaitu toko oleh-oleh sekaligus
tempat makan. Ada yang unik dari tempat makan ini, karena tepat di depan
tokonya terdapat patung hias berupa alat reproduksi pria yang ukurannya cukup
besar bahkan beberapa dari mahasiswa menyempatkan diri untuk berfoto di patung
tersebut. Di Kampung Kute ini tempat makan nya enak ada live music nya,
jadi jika ada yang mau menyumbang suara silahkan. Disini juga kita merasa
senang, karena makanan nya cukup enak, yah lumayan memanjakan lidah, haha.
Setelah menikmati sajian makan dan
mendengarkan sumbang suara dari teman mahasiswa yang menurut Saya enak di
dengar lalu kita kembali hotel. Saya niat kalo nanti sampe hotel mau bernang di
kolam renang hotel, karena malam ini adalah malam terakhir bagi Saya, Ruby,
Rizkar dan Adit berada di hotel ini dan malam terakhir bersama teman-teman
mahasiswa. Sesampainya di hotel, Saya membicarakan masalah rencana esok pagi
hingga tanggal 14 mendatang, karena rencana kita esok pagi sudah berpisah
dengan teman-teman yang lain. Di tengah perbincangan kita, Adit mengatakan
bahwa dia tidak bisa ikut dengan Saya, Ruby & Rizkar yang rencana nya akan
pulang tanggal 14, memang Adit juga sudah pesen tiket pesawat untuk kepulangan
tanggal 14, akan tetapi di bersikukuh untuk pulang besok dengan rencana tiket
yang sudah di beli di reschedule keberangkatannya. Jadi pada saat itu
juga Adit dan Tiyar keluar hotel untuk mencari agent tiket pesawat. Tinggal
Saya, Ruby & Rizkar yang membuat rencana buat esok. Jadi ada 2 rencana,
pertama, kita aka tinggal di Bali sampe tanggal 14, yang kedua, kita akan
berangkat ke Lombok denga budget yang minim. Seperti diketahui, kita
kekurang 1 personil yang akan berangkat ke Lombok, jadi kalo kita ‘kekeh’ ingin
berangkat ke Lombok, pasti kita disana akan kekurangan. Sedangkan kalo kita
untuk tetap tinggal di Bali tepatnya di jalan poppies lane Kute, maka kita akan
merasa tercukupkan untuk masalah hidup sampe tanggal 14 kedepan. Setelah lama
berdiskusi dan membuahkan hasil, akhirnya kita memilih untuk tetap tinggal di
Bali sampe tanggal 14 kedepan, dan kita pun menyuruh Adit yang sedang keluar
hotel untuk mencarikan penginapan murah di jalan poppies. Saya pun merasa ada
yang ngeganjel di hati ini, karena rencana ke Lombok yang dari awal Saya
rencanakan bareng Ruby, Rizkar & Adit tidak jadi. Apa kata teman-teman dan
orangtua Saya kalo ga jadi ke Lombok. Daripada kepikiran terus, Saya pun ke
bawah hendak berenang di kolam renang hotel. Rizkar dan Ruby pun datang
menyusul, begitu juga teman-teman yang lain dari semester VII. Semakin malam
semakin rame di kolam renang ini, kita mengadakan party kecil untuk hari
terakhir kita di hotel ini, walaupun hanya Saya aja yang renang sendiri dan
yang lain sedang asik di pinggiran kolam dengan beer nya. Ditengah tawa kita,
dateng si Adhar yang menurut gw orang ‘terkonyol’ di Fisip. Mulai lah kami
sambut dengan arak Bali, sampai dia hilang kendali. Mungkin dia meresa jadi
bahan tertawaan kami, dia pun pergi dengan berdalih ada yang telpon. Hingga
lama dia tak kembali, kami tetap lanjutkan malam dengan candaan. Sampai larut
malam, sampai beer habis, lalu kita kembali ke kamar masing-masing. Ketika Saya
hendak ke kamar, ketemu Adit & Tiyar di lobby hotel. Katanya dia tidak
dapet tiket pesawat buat besok pulang, dan Saya pun coba kasih solusi yang
terbaik, yaitu besok pagi setelah pisah dengan rekan-rekan mahasiswa kita
berangkat ke Ngurah Rai untuk beli tiket pesawat buat si Adit. Rencana tiyar
yang mau pulang besok naik pesawat ternyata gagal, karena dia merasa uangnya
tidak akan cukup buat beli tiket pesawat. Setelah berbincang-bincang di lobby
hotel, Saya pun kembali kekamar untuk membicarakan fixasi untuk
rencana besok.
Setelah mandi dan beberes barang
bawaan, Saya, Ruby & Rizkar mulai membicarakan rencana besok. Untuk
peribadi sih, Saya merasa kalo rencana ke Lombok ini gagal, maka apa kata
teman-teman dan orangtua Saya, pasti Saya merasa malu dan berat hati. Apa yang
Saya rasakan ternyata sama apa yang Rizkar rasakan. Setelah lama berdiskusi
dengan sedikit ketegasan Saya pastikan budget dari masing-masing orang.
Saya sisa uang 700 ribu, Ruby 500 ribu dan ternyata Rizkar mau menyumbang 1
juta. Wow, ini sih sudah dapat dipastikan bisa berangkat ke Lombok. Akhirnya
Rizkar dengan rasa persahabatan dan persaudaran yang tinggi mau mengeluarkan budget
terakhirnya. Kata Rizkar “apa sih yang ga buat temen mah”, itu lah kata-kata
yang biasa diucapkan didalam persahabatan kami, sehingga diantara kami tidak
ada rasa perhitungan sama sekali, kami semua sama, susah senang kami selalu
lewati bersama. Satu yang mungkin bisa di ambil dari persahabatan kami, yaitu
jangan pernah saling perhitungan, kalo lagi ada uang ya kami berbagi, kalo
tidak ada uang pasti sahabat kami akan memberi. Akhirnya, dengan niat, dengan
tekad bulat, dengan budget kurang, dengan ke-nekat-an, Saya, Ruby dan
Rizkar akan berangkat ke Lombok esok hari. Ya, mari kita bersulang kawan...
Sabtu, 10 November 2012, sekitar pukul
7.30 WITA, kita bertujuh (Saya, Adit, Ruby, Rizkar, Ade, Tiyar & Nita)
untuk pertama kalinya sarapan di Hotel. Terpaksa Saya lakukan karena untuk
mengirit biaya pengeluaran. Walaupun makanannya sedikit kurang enak dan begitu
juga teh manisnya, tapi kami tetap harus menghabiskannya. Setelah sarapan,
Saya, Adit, Ruby & Rizkar pamit sama dosen-dosen dan teman-teman yang lain
untuk berpisah. Mas Rizki dari pihak travel pun bersedia untuk anter kami ke
bandara Ngurah Rai, tentunya dengan biaya bensin dari kami. Ada sedikit trouble
di detik terakhir keberangkatan kami, yaitu ketika Saya periksa dompet dan
ternyata dompet di kantong Saya tidak ada, kemudian Saya coba untuk cari di
koper sampai ke kamar hotel, dan ternyata tidak ada juga. Ketika Saya coba
mengingat-ingat, dan benar saja dompet itu ada dibalik tumbuhan yang berada di
kamar hotel bawah, yang mana semalem tempat ngobrol Saya. Alhamdulillah,
dompet sudah ketemu, lalu kami pun berangkat ke Ngurah Rai. Ada kejadian lucu
tadi ketika Saya dan Ruby mencari dompet ke kamar hotel tempat Saya tidur dan
ternyata tidak ada, lalu Saya kembali ke bawah dan menemukan dompet itu. Akan
tetapi Ruby belum juga kembali ke mobil, di telpon ga di angkat-angkat, hingga
Saya kesal dan naik kamar hotel yang berada di lantai 3, dan ternyata si Ruby
lagi ‘b.a.b’, kan konyol disaat panik dan genting malah ke kamar mandi, hahaha
dasar Pak Kandung nih (Ruby di identikan mirip sama Pak Kandung selaku PD II di
Fisip oleh teman satu jurusan).
Ditengah perjalanan, mas Rizki
selaku pihak travel yang berniat akan mengantarkan kami ke Ngurah Rai ternyata
berdalih, dan katanya cuma bisa mengantarkan kami sampai Terminal Ubung saja.
Sesampainya di terminal Ubung, lalu kami mencari taksi untuk berangkat ke
Ngurah Rai, akan tetapi seorang sopir angkot dating menghampiri kita. Dia coba
untuk menawarkan angkutan ke Ngurah Rai dengan harga Rp. 80.000,-. Tanpa pikir
panjang langsung kita pun naik angkot itu, karena kita melihat disekitar tidak
ada taksi dan waktu kita pun sangat terbatas. Memang di Bali ini angkutan umum
seperti angkot ini beroprasinya di tempat tertentu dengan batas waktu hanya
sampai jam 8 an malem. Sepanjang perjalanan yang cukup jauh kita ngobrol dengan
sopir nya sambil melihat-lihat lalu lalang jalan. Sampai akhirnya kita terhenti
cukup lama di Simpang Siur, karena dampak dari ada mega proyek pembangunan
jalan Tol diatas air dan jalan bawah tanah (underpass). Dari Simpang
Siur jarak ke Bandara Ngurah Rai tinggal hanya tinggal beberapa kilometer lagi.
Bisa dibayangkan jika kita ke Ngurah Rai dengan menggunakan angkot, mungkin
kita satu-satu nya yang ke Bandara Ngurah Rai dengan menggunakan angkot, dengan
style pakaian rapih dan membawa koper yang besar. Ini merupakan first
time Saya ke Ngurah Rai dengan keadaan seperti ini. Apa mau dikata, toh
yang penting kita sampai di Ngurah Rai dengan tepat waktu, budget murah
dan mungkin ketika kita jalan disana ga akan tau ini mereka apa yang terjadi
pada kita, hahah. Sesampainya di Ngurah Rai, kita langsung turun kebut
dari angkot dan langsung jalan untuk mencari loket tiket. Rizkar dan Ruby
menunggu di lobby, Saya dan Adit ke loket tiket Citilink untuk minta reschedule
penerbangannya si Adit jadi hari ini. Ternyata biaya reschedule penerbangan
si Adit mencapai 700 ribu. Cukup mahal juga, dikira sekita 150 ribu-an. Saya
pun coba tanya loket tiket penerbangan yang lain untuk keberangkatan hari ini,
ternyata harga nya rata-rata mencapai 900 ribu. Ketika Saya balik lagi ke loket
tiket Citilink, ada seorang calo tiket yang ternyata dari tadi memperhatikan
kami dan dia pun bertanya tentang masalah tiket kami. Saya pun mulai merasa
terusik, akan tetapi si calo nih menawarkan kami tiket Lion Air yang harganya
600 ribu untuk penerbangan hari ini, dengan syarat tuker tambah dengan tiket
Citilink si Adit. Tanpa pikir panjang si Adit pun setuju dengan si calo
tersebut dan dia pun langsung chek in dan pamit sama kita, karena dia
dapet tiket dengan keberangkatan pukul 11.00 WITA, sekitar 1 jam untuk dia
mengurus keberangkatannya.
Ketika Adit masuk boarding pass, kami
pun langsung menitipkan koper di tempat penitipan koper bandara.
Tarif untuk satu koper per hari nya kena 25 ribu, kami berencana
menitipkan 2 koper dengan jangka waktu 4 hari, jadi total biayanya mencapai 200
ribu. Tak apalah, daripada kami ke Lombok bawa koper besar-besar malah jadi
repot. Memang niatnya juga mau backpacker, masa bawa koper. Ketika di
penitipan koper, ada seorang bule perempuan yang hendak mengambil kopernya,
akan tetapi ketika berbicara dengan si penjaga penitipan koper terjadi miss
communication. Si penjaga penitipan tidak begitu bisa bahasa inggris, dan
di buat bingung oleh si bule ini. Saya yang melihatnya pun mencoba untuk membantu
si penjaga penitipan sampai akhirnya selesai juga permasalahan. Setelah
masalah selesai dan koper kami pun dititipkan, kami siap berangkat menuju
Padang Bai, akan tetapi sebelum meninggalkan tempat penitipan koper, kami minta
foto bareng bule asal Swedia yang tadi terlibat miss communication sama
si penjaga penitipan koper, dengan senang hati si bule pun menerima.
Petualangan di mulai…. dari sinilah
Saya, Ruby & Rizkar memulai perjalanan ke Lombok. Pertama-tama kita harus
mencari taksi dengan budget murah menuju Pelabuhan Padang Bai. Sopir taksi yang
berada di Ngurah Rai pun satu persatu kami coba tawar harga ke Padang Bai.
Ternyata ada satu sopir taksi yang terima dengan harga 200 ribu sampe ke Padang
Bai, tentunya setelah melewati proses nego yang cukup lama. Sopir taksi ini pun
langsung mengajak kami menuju mobilnya, dan ternyata mobil taksi nya tuh APV
baru. Alhamdulillah kita dapet mobil yang bagus dan nyaman menuju Padang
Bai, ini memungkinkan untuk kita beristirahat sejenak, karena mengingat
perjalanan dari Ngurah Rai ke Padang Bai sekitar 2 jam-an. Sekedar informasi,
Taksi di Bandara Ngurah Rai ini rata-rata mereka yang harga nya murah adalah
Taksi dengan mobil seperti Avanza, APV, Luxio dll, karena harga nya bisa
dinego, apalagi kalo dengan jumlah 4 sampe 6 orang, otomatis biaya taksi per
orang nya akan kena murah. Sambil beristirahat, sambil ngobrol sama sopir
taksinya dan tak terasa kami pun sampai di Pelabuhan Padang Bai sekitar pukul
12.45 WITA. Kita pun turun di depan gerbang Pelabuhan Padang Bai, ketika baru
saja turun dari mobil, seseorang menghampiri kami dengan motornya dan langsung
menawarkan kami tiket Fast Boat. Menurut informasi dari sopir taksi tadi
katanya ada Fast Boat yang langsung ke Gili Trawangan dengan jam pelayaran terakhir
pukul 13.00 WITA. Nah, orang yang menawarkan tiket Fast Boat init tuh
langsung memaksa Saya naik motornya, padahal Saya baru tanya harga nya berapa
doang. Diantarkan lah Saya ke loket tiket Fast Boat ini, dan Ruby pun
datang menyusul. Langsung Saya tanya ke loket tiket masalah tiket Fast Boat ini,
katanya harga untuk tiga orang sekitar 750 ribu rupiah. Sontak mendengar
harga segitu Saya pun langsung menolaknya dan mencoba untuk pura-pura pergi
agar harganya dapet turun lagi. Ternyata cara ini pun ampuh membuat harga
menjadi turun, karena mengingat Fas Boat ini yang terakhir menuju Gili
Trawangan dan sedangkan masih banyak tersisa kursi kosong. Akan tetapi harga
nya masih cukup tinggi bagi kami, karena masih di angka 525 ribu rupiah untuk 3
orang. Kali ini Saya menolaknya, dan coba pergi beneran, ketika Saya meminta
kepada orang yang tadi mengantarkan Saya dan Ruby ke loket tiket ini untuk
mengantarkan kami kembali ke depan gerbang Pelabuhan Padang Bai, dia pun
menolaknya dan dia malah mengejek kami dan dia bilang “jalan aja sana sendiri”.
Sungguh Calo breng**k, b**ingan, kutu kupret, Dengan enaknya dia bilang begitu
sambil tertawa. Saya dan Ruby pun jalan ke depan gerbang yang cukup jauh dengan
perasaan gendek. Sebagai pelajaran, kalo kita tidak mau naik Fast Boat, langsung
tolak aja calo yang nawarin tiket Fast Boat. Postifnya kalo kita mau
naik Fast Boat langsung ke Gili Trawangan, lebih baik beli tiketnya
ketika mepet mau jam 1, Insya Allah harganya bisa di nego.
Rizkar yang cukup lama menunggu kedatangan
Saya dan Ruby pun merasa takut, karena takut ditinggalin Saya dan Ruby ke
Lombok. Setelah berkumpul kembali, kami pun masuk pelabuhan Padang Bai dan
langsung mencari loket tiket kapal feri. Belum ketemu loket tiket kapalnya,
kita sudah dihadang sekitar 6 calo tiket kapal dengan harga 35 ribu rupiah.
Kami pun dipaksa dan di giring ke kapal yang kata si Calo masih baru dan bagus.
Kami pun digiring hingga mau masuk ke kapal itu. Ketika kami di giring menuju
kapal tersebut, Ruby merasa ga enak perasaan dan merasa kalo kita akan ditipu.
Sontak Ruby pun ngomong ke Saya untuk ‘slow’ dulu jangan langsung naik. Memang
Saya pun berpikir untuk makan dulu, karena perjalanan kapal ini akan memakan
waktu lama hingga 5 jam perjalanan. Mengingat makanan di kapal pasti
mahal-mahal, Saya pun langsung memutuskan untuk balik arah dan mencari tempat
makan. Akan tetapi si calo ini pun masih tetap mengikuti kami hingga kami
berhenti di deket warung dan sambil mencari-cari tempat makan. Saya pun mulai
merasa terusik dengan cara si calo ini yang mengikuti kita terus. Terlebih lagi
posisi pada saat itu tuh panas menyengat, Ruby dan Rizkar pun malah berdiri ga
jelas dibawah baliho iklan. Nah, pada saat si calo kembali berbicara panjang
lebar masalah keberangkatan kapal itu, Saya pun langsung menghampiri dan
membentak nya “Saya juga tau pak, Saya orang Banten, sering nyebrang Merak –
Lampung”. Tak lama kemudian para calo tiket ini pun pergi meninggalkan
kami, dan kami pun langsung mencari tempat makan yang akhirnya tertuju pada Rumah
Makan Muslim Jawa Timur.
Setelah makan dan sholat, Saya pun
berencana beli tiket sendiri ke loket tiket tanpa Ruby dan Rizkar, karena untuk
menghindari dari calo tiket. Ketika di loket tiket pun calo tiket tetap
menghampiri Saya, dan yang Saya heran kenapa pegawai Dinas Perhubungan yang
menjaga sebagai petugas tiket melihatnya biasa saja dan seakan tidak mau ikut
campur. Setelah tiket berhasil Saya beli langsung saja kami memasuki kapal
ferri Jasmine, yang katanya masih baru dan bagus. Benar saja apa yang di
katakan calo tiket tadi, Kapal Jasmine ini fasilitas nya bagus, ada ruang
lesehan AC nya, jadi dapat tidur nyenyak. Untung saja kami masih sempat naik
kapal ini, karena tadi memang kami telah membuang waktu 1 jam ketika dipaksa
calo tiket untuk menaikinya. Setelah kami menaiki kapal, tak lama kemudian
kapal pun mulai berlayar perlahan meninggalkan Pelabuhan Padang Bai sekitar
pukul 14.00 WITA. Kami istirahat di ruang lesehan AC, karena mengingat
perjalanan yang cukup lama hingga 5 jam-an. Di ruang lesehan ini tidak begitu
padat penumpang, begitu juga dengan tempat duduk di luar kapal. Jadi kami lebih
leluasa untuk beristirahat sejenak. Tapi barang-barang bawaan harus tetap
waspada ya..
2½ jam berlalu, kapal pun mulai
terasa goyang-goyang cukup kuat, hingga Saya pun terbangun melihat jendela.
Ternyata kita sedang berada di tengah selat Lombok, cukup membuat penasaran,
Saya pun keluar den menujuk dek atas kapal. Dari sini sudah terlihat pulau
Lombok dengan bukit-bukit nya, dan membuat Saya merasa ingin cepat-cepat
sampai disana. Ketika melihat suasana indah di atas kapal, Saya pun teringat
dengan sodara jauh Ruby yang orang Lombok. Ceritanya mamah Ruby punya sepupu
perempuan, nah sepupu perumpuannya itu nikah sama orang Lombok, yang mana dia
punya adik di Lombok. Nah, kita tuh berencana untuk menghubungi adik suami nya
sepupu mamahnya Ruby. Dengan bermodalkan nomor telpon yang dikasih langsung
oleh suaminya itu, Saya pun coba untuk menelponnya, karena Ruby sendiri tidak
berani. Setelah di telpon dan direspon menurut Saya cukup baik dengan akhiran
dijanjikan akan ditelpon kembali, kami pun menaruh harapan kecil pada sodara
jauh Ruby yang bernama Om Rudy ini. Sambil menunggu Om Rudy menelpon lagi, kami
pun pindah posisi ke dek atas kapal untuk menikmati pemandangan. Pada saat itu,
pulau Lombok benar-benar terlihat jelas bukit-bukitnya, mungkin ini tanda nya
sebentar lagi kita akan berlabuh. Saya lihat disekitar tempat duduk di dek atas
kapal, banyak bule yang sedang baca buku, sedangkan banyak orang Indonesia
menghabiskan waktu perjalanan nya dengan dengar musik, tidur bahkan ngerokok
terus sampe bosan. Sungguh perbedaan budaya yang sangat kontras.
Alhamdulillah, Om Rudy yang diharapkan kami akhirnya
menelpon kembali, dengan respon yang baik, kami pun ditunjukan jalan kerumah
nya jika nanti kita sudah sampe Pelabuhan Lembar. Tak sabar ingin cepat-cepat
sampe pelabuhan, eh di sekitar kita sudah terlihat begitu dekat bukit-bukit
pulau Lombok yang dihiasi suset yang tepat berada di atas
bukit-bukit. Ini adalah posisi kapal sekitar 30-45 menit lagi akan
berlabuh. Jangan sampe deh melewati moment ini. Karena mata kita akan
dimanjakan pemandangan yang sangat indah disini. Tidak lupa kami mengabadikan
moment sunset ini dengan kamera. Laju kapal pun mulai melamban, dan
perlahan berhenti, karena sedang menunggu giliran kapal lain untuk berlabuh.
Setelah itu kapal pun perlahan menuju dermaga dan berlabuh. Akhirnya kami
sampai juga di Lombok, awalnya kami sempat ragu untuk pegi ke Lombok ini
setelah ada sedikit kekacauan rencana ketika di Bali. Tetap selalu bertiga
(Saya, Ruby & Rizkar) lagi kalo kemana-mana, ini bukan masalah harta, tapi
masalah persahabatan, susah senang kita hadapai bersama. Kami pun tidak bisa
percaya dan terus tetap tersenyum ketika detik-detik mau berlabuh. Ketika
posisi kapal sudah membentur dermaga, pintu gerbang kapal pun dibuka dan satu
persatu kendaraan dan penumpang pun keluar begitu pun dengan kami. Baru turun
dari kapal, sudah banyak tukang ojek yang menawari jasa nya, akan tetapi kami
menolak dan mencari angkutan umum saja. Ketika kami lagi berjalan, ada seorang
sopir taksi gelap menghampiri kami dan menawarkan jasa nya dengan harga 50 ribu
sampai Labu Api. Kami pun menolaknya, akan tetapi sopir tersebut masih
mengejar-ngejar kami hingga kami menemukan Masjid dan kami putuskan untuk
sholat dulu sekalian untuk menghindari sopir tersebut.
Setelah sholat Magrib dan Isya,
kami berbincang-bincang dengan warga sekitar dann alhamdulillah banyak
warga yang membantu kami dalam mencari kendaraan umum ke Labu Api, bahkan ada
seorang warga yang mencarikan taksi untuk kami. Katanya memang taksi tidak
boleh masuk Pelabuhan, karena tukang ojek dan sopir taksi gelap merasa
terintimidasi oleh taksi. Jadi taksi pun hanya berani berada di jalan keluar
pelabuhan saja. Kami pun keluar dari Masjid dan ditunjukan tempat biasa mangkal
taksi yang tidak jauh dari jalan raya tepat keluarnya kendaraan dari pelabuhan.
Ketika kami duduk di warung tempat biasa sopir taksi mangkal, lewatlah taksi
yang dipanggil warga tadi, karena merasa tidak ada orang, taksi pun beranjak
pergi lagi. Hancurlah harapan taksi kami, dan kami terpaksa menunggu taksi
berikutnya. Eh, datanglah sopir dengan mobil Livina menawari kami harga 40 ribu
sampai Labu Api, ternyata sopir tersebut yang tadi mengejar-ngejar kami di
pelabuhan dengan mobil Carry nya. Syukur alhamdulillah, tidak dapat
taksi tapi dapat mobil Livina baru, hehe. Diantarlah kami hingga polsek Labu
Api dan bertemu istrinya Om Rudi. Diantarlah kami ke rumah Om Rudy yang terletak
di daerah Prampuan, Labu Api. Kami pun di jamu makan malam dan ngobrol-ngbrol
sama Om Rudy, ternyata keluarga Om Rudy ini sangat baik, kami pun beruntung
bisa bertemu dengan sodara jauhnya Ruby, mengingat kami hanya diberi nomor
telpon Om Rudy saja oleh sodara Ruby yang di Serang. Setelah makan dan
ngobrol-ngobrol kami pun istirahat dikarnakan esok pagi harus sudah berangkat
menuju Gili Trawangan.