Hari Ketiga di Lombok
Selasa 13 November 2012, merupakan hari terakhir kami di Gili Trawangan, dan kami pun dengan berat hati siap meniggalkan pulau yang sangat indah ini. Sekitar pukul 09.00 WITA kami sarapan dan siap-siap meninggalkan cottage Bale Sasak, pada saat di lobby menunggu Ruby dan Rizkar yang sedang beres-beres di kamar, saya mencoba menyapa bule cewe (namanya Elizabeth) yang sedang santai menyantap sarapan nya. Elizabeth seorang guru anak-anak kecil (TK) di England nya, dia sedang meninkmati masa liburan nya yang katanya kurang lebih selama 4 bulan. Sebelum ke Lombok dia sempat menghabiskan 1 bulan di Bali. Masa liburan yang sangat panjang, kalau di Indonesia sih mana ada orang pekerja yang bisa liburan selama itu, kalaupun ada pasti hanya sedikit orang saja. Setelah itu kami pamit pulang, kami ucapkan terimakasih untuk penginapan dan fasilitas yang disediakan oleh Bale Sasak ini, terimakasih buat a Dedi yang telah memberi kami harga spesial dan juga a Imam yang telah mengenalkan kami ke a Dedi pemilik Bale Sasak.
Selasa 13 November 2012, merupakan hari terakhir kami di Gili Trawangan, dan kami pun dengan berat hati siap meniggalkan pulau yang sangat indah ini. Sekitar pukul 09.00 WITA kami sarapan dan siap-siap meninggalkan cottage Bale Sasak, pada saat di lobby menunggu Ruby dan Rizkar yang sedang beres-beres di kamar, saya mencoba menyapa bule cewe (namanya Elizabeth) yang sedang santai menyantap sarapan nya. Elizabeth seorang guru anak-anak kecil (TK) di England nya, dia sedang meninkmati masa liburan nya yang katanya kurang lebih selama 4 bulan. Sebelum ke Lombok dia sempat menghabiskan 1 bulan di Bali. Masa liburan yang sangat panjang, kalau di Indonesia sih mana ada orang pekerja yang bisa liburan selama itu, kalaupun ada pasti hanya sedikit orang saja. Setelah itu kami pamit pulang, kami ucapkan terimakasih untuk penginapan dan fasilitas yang disediakan oleh Bale Sasak ini, terimakasih buat a Dedi yang telah memberi kami harga spesial dan juga a Imam yang telah mengenalkan kami ke a Dedi pemilik Bale Sasak.
Pukul
11.00 WITA kami berangkat naik public
boat ke pulau Lombok, tentunya
setelah membeli tiket di loket tiket. Perjalan kali ini terasa tenang tidak
begitu membuat cemas, ombak dan angin pun bersahabat hingga mengantarkan kami
ke pelabuhan Bangsal. Dari pelabuhan Bangsal ini kami langsung mencari cidomo
dengan harga Rp.10.000 ke perempatan Pamenang yang jaraknya sebenarnya tidak
terlalu jauh. Karena di perempatan Pamenang banyak angkutan umum yang ke
Mataram. Ditengah-tengah perjalanan, si abang cidomo nya menawarkan kami taksi
yang akan menuju Labu Api, karena kebetulan si taksi ini abis angkut penumpang
dari Bandara International Lombok. Kami terimalah tawaran tersebut, tentunya
dengan proses negosiasi, karena kami tau harga angkutan umum dari Pamenang
sampe ke Labu Api. Beruntung kami dapat taksi dengan mobil avanza ini cukup
nyaman dan harganya murah, hanya Rp. 70.000. Rute perjalanan pulang kami sama
seperti berangkat, akan tetapi ketika di perempatan Rembiga, kami dialihkan
melewati kota Mataram. Kalo ga salah katanya kota Mataram ini hanya punya 1
Mall saja. Sesampainya di Rumah Om Rudy, kami rehat sejenak dan makan siang.
Setelah ngobrol-ngobrol sama Rinta
(anaknya Om Rudy) tentang Pantai Kute, akhirnya Rinta pun bersedia
mengantarkan kami kesana.
Pukul
14.45 WITA kami berangkat menuju Pantai Kute yang terletak di selatan Pulau
Lombok. Dengan menggunakan kendaran bermotor perjalanan terasa mengasyikan.
Karena kita dapat melihat begitu jelas dan begitu dekat keadaan serta keramahan
penduduk sekitar. Jalan-jalan yang kami ambil pun berupa jalan-jalan
desa/komplek, sampai bertemu di Jalan Teguh Ibrahim Kholid yang merupakan jalan
yang cukup lebar dan mulus, karena jalan ini menuju Bandara International
Lombok (BIL). Cukup panjang jalan yang
lebar, mulus dan bagus ini, sampai-sampai saya sempat tertidur di motor, begitu
juga dengan Rizkar yang sedang bawa motor. Kami pun sempat melewati Desa Sasak (sade),
tampaknya mereka sedang ada acara nikahan, terlihat dari mereka yang sedang
berbondong-bondong mengiring pengantin wanita. Setelah melewati Desa Sasak,
jalan pun mulai rusak, kira-kira sepanjang 1 km dan selanjutnya bagus kembali yang
pada akhirnya menghantarkan kami sampai di Pantai Kute. Memang cukup bagus juga
Pantai Kute disini, terlihat dari hamparan pasir putih yang cukup luas,
ditambah birunya air laut. Sudah cukup banyak berdiri penginapan dan juga
bar-bar disini, turis-turis asing pun sudah banyak berkeliaran disini. Akan
tetapi di Pantai Kute ini kurang pas untuk melihat sunset yang tenggelam tepat dihamparan laut sana, sunset disini terhalang oleh tebing
disebelah kanan, karena Pantai Kute ini menghadap ke selatan. Kami tidak menikmati
sore di Pantai Kute, melainkan kami menuju Tanjung Aan yang terletak disebelah
timur Pantai Kute. Kira-kira sekitar 15 menit kami sampai di Tanjung Aan ini.
Tanjung Aan ini terkenal dengan batu kotak nya dan juga pantai nya yang cukup
tenang. Hamparan pasir putih dan birunya
air laut masih ditemukan disini. Yang unik dipantai ini adalah pasirnya yang
berbentuk besar seperti merice (merica). Jadi kalo misalkan kita injek itu
pasir akan terasa geli dan bisa merembaskan kaki kedalam hingga sebetis. Kami
yang baru pertama merasakan pasir merice ini tampak bagitu senang bermain
dengan nya. Selanjutnya, kami menaiki batu kotak yang kokoh berdiri di bibir
pantai, dandisini lah kami menikmati penghujung sore sambil foto-foto di atas
nya. Sayang sekali langit pada sore itu agak terlihat mendung, begitu pula sunset yang terhalang oleh bukit-bukit disebelah
barat.
Matahari
pun mulai terbenam di ujung sana, menandakan bahwa kami harus segera pulang,
mengingat perjalanan yang cukup jauh yang harus kami tempuh untuk sampai di
Mataram sana. Perjalanan pulang kami pun ditemani binatang kecil-kecil yang
menghantam tubuh dan helm kami. Binatang kecil-kecil ini berasal dari
sawah-sawah yang berada di sepanjang jalan, cukup merepotkan dan menyakitkan.
Catatan, kalau mau ke pantai Kuta dan berencana pulang malam naik motor, jangan
lupa pake jaket nya, dan helm full face,
karena pake helm half face pun
bintang tersebut masih mengenai wajah kita. Setelah berperah dengan binatang
kecil tersebut, kami akhirnya sampai juga di Kota Mataram, dan langsung beli
ayam taliwang dan plecing kangkung khas Pak Udin dan menyantapnya dirumah Om
Rudy bersama keluarganya. Setelah menyantap makan malam, kami pun istirahat
untuk perjalanan besok menuju Pulau Bali.
Hari keempat di
Lombok
Rabu
14 November 2012, kami pun terbangun dari tidur lelap kami, dan langsung di
sambut oleh Om Rudy yang telah menyidiakan teh manis hangat untuk kami. Ngobrol
panjang tentang perjalanan kami kemarin dan rencana kami untuk hari ini sampai
ditutup dengan mandi, sarapan dan siap-siap untuk perjalanan pulang. Sekitar
pukul 09.00 WITA kami berangkat menuju Pelabuhan Lembar, Om Rudy pun bersedia
mengantarkan kami ke Pelabuhan Lembar. Sebelum ke Pelabuhan Lembar, kami mampir
sejenak ke pusat oleh-oleh Kaos Lombok Pak Arif, ya sekedar beli baju lombok
saja sebagai bukti mungkin kalo kami pernah ke Lombok, hahah. Setelah selesai
belanja kaos, kami menuju Pelabuhan lembar. Sepanjang perjalan, Om rudy
menjelaskan cukup detail tentang budaya masyarakat di Lombok, katanya kalau
suasana Iedul Fitri di Lombok itu kalah dengan suasana Maulid Nabi, Maulid Nabi
biasanya rame dengan acara sunatan dan acara kurisan (cukur rambut untuk
anak-anak kecil). Biasanya Maulid Nabi juga diperingati hampir sebulan penuh di
Pulau Lombok ini, untuk tiap desa nya perayaan hari Maulid Nabi nya
berbeda-beda. Katanya, kebanyakan tujuan orang Lombok yaitu bangun Masjid dan
naik Haji, mengingat Lombok merupakan pulau Seribu Masjid, jadi pasti masyarakatnya
berbondong-bondong membangun masjid sebagus-bagus mungkin untuk tiap desa nya.
Hampir disetiap jalan radius ± 100 meter berdiri Masjid yang begitu
megah. Katanya, hampir semua masyarakat di Lombok baik yang kaya maupun yang
miskin sudah sepakat untuk membayar iuran minimal 1 juta untuk orang miskin
selama setahun dan untuk orang kaya minimal sekitar 5 juta pertahun. Jadi ga
ada orang-orang Lombok yang minta sumbangan di tengah-tengah jalan untuk
pembangunan Masjid. Sungguh sebuah
prinsip hidup yang patut dicontoh, karena mengingat masih banyak untuk
orang-orang di Serang yang minta-minta sumbangan di tengah-tengah jalan.
Sesampainya
di depan gerbang Pelabuhan Lembar, saya langsung turun untuk pesan tiket, dan
menanyakan tentang keberangkatan kapal
Putri Yasmin. Tiket sudah ditangan, petugas pun memberitahu saya bahwa kapal
Putri Yasmin kira-kira sekitar 10 menit lagi akan berangkat. Mendengar seperti
itu, saya langsung berlari ke mobil dan kami pun buru-buru pamit sama Om Rudy
yang telah banyak membantu kami selama di Lombok, terimakasih banyak Om Rudy
atas waktu dan tenaganya yang telah banyak membantu kami, maaf kalau kami
merepotkan. Kami pun berlari-lari menuju kapal, gerbang kapal pun hampir saja
mau ditutup, tapi akhirnya kami berhasil memasukinya. Ternyata tempat lesehan
dengan ruang AC sudah ramai dengan penumpang, kami pun mencari kebagian atas
kapal, dan ternyata penuh juga tempat duduk penumpangnya. Terpaksa kami duduk
seadanya di lantai kapal. Sekitar pukul
10.45 WITA kapal pun mulai berlayar.
Selama
kurang lebih 4 jam kami berlayar menuju pelabuhan Padang Bai, dan akhirnya
sampai juga. Perjalanan yang cukup membosankan, apalagi kami tidak kebagian
tempat duduk, jadilah duduk ditempat yang bukan selayaknya. Setelah turun dari
kapal, kami langsung mencari mobil taksi menuju Bandara Ngurah Rai. Taksi tak
kunjung datang, kami pun coba berjalan menyusuri jalan keluar dari Pelabuhan,
dan yang menghampiri adalah taksi-taksi gelap. Karena jarang sekali taksi
lewat, dan si sopir taksi gelap ini selalu mengikuti kami, hingga akhirnya kami
pun terlena oleh rayuannya. Ya, mobil Carry jadul, dengan sopir extreme nya,
jadi tumpangan kami ke Bandara Ngurah Rai. Ini merupakan kedua kalinya kami
naik mobil sejenis ini ke Ngurah Rai. Kenapa sopirnya dibilang extreme, karena
sambil nyetir pun dia kalo ngobrol sama saya yang duduk di posisi depan selalu
menengok kearah saya begitu lama tanpa melihat ke arah depan. Saya pun
berkali-kali selalu bilang “Pak awas, pak”. AC tak ada, yang ada hanya AG alias
Angin Gelebug. Tak apalah, yang penting dengan harga 200 ribu kita sudah sampai
di Ngurah Rai. Sekitar pukul 17.00 WITA kami sampai dan langsung menyantap
makan malam di resto cepat saji, kemudian megambil koper di penitipan dan
menuju boarding pass. Sekitar pukul 20.30
kami take off meninggalkan Ngurah Rai,
cukup puas juga perjalanan kali ini, dan sangat berkesan. Terimakasih buat best
Friend, Rizkar dan Ruby yang sudah menemani perjalanan, dan juga pihak-pihak
yang mendukung maupun membantu perjalanan kami, hahah. goodbye...
0 komentar:
Posting Komentar